Mengenal Tradisi Metatah, Ritual Potong Gigi di Bali
JAKARTA, iNews.id - Metatah merupakan ritual potong gigi yang dilakukan penganut Hindu di Bali. Ritual ini dianggap sakral dan diwajibkan untuk anak-anak yang beranjak dewasa, yakni para perempuan yang telah menstruasi dan laki-laki yang telah melalui masa pubertas.
Ritual metatah juga dimaknai bayar utang orangtua kepada anaknya karena telah menghilangkan enam sifat buruk manusia, menemukan hakikat, dan terlepas dari Sad Ripu. Sad Ripu merupakan enam jenis musuh manusia yang timbul akibat perbuatan tidak baik, yakni kama, loba, krodha, mada, moha, dan matsarya. Tak heran jika tradisi potong gigi ini juga dimaknai membangkitkan kekuatan spiritual dalam melawan keenam musuh tersebut.
Peserta yang melakukan ritual ini akan menggunakan pakaian adat khas Bali Payang Agung bercorak Pulau Dewata. Mereka tampil dengan rambut disanggul dan dihiasi mahkota bewarna keemasan.
Tempat pelaksanaan bisa dilakukan di rumah, seperti dapur, meten (gedong), halaman depan rumah di depan meten, serta tempat lain yang dianggap suci di dalam rumah.
Hal pertama dilakukan dalam tradisi metatah adalah memanjatkan doa kepada Bhatara Hyang Guru. Setelah itu menyembah ibu dan bapak, ngayab caru ayam putih semacam sesajen, serta menyediakan air suci kepada Bhatara Hyang Guru. Setelah itu, menulis gigi dengan wijaksara dan dipahat sebanyak tiga kali. Barulah kemudian dilakukan pemotongan gigi.
Pemotongan gigi dalam ritual metatah dilakukan dengan mengikir kedua gigi taring dan empat gigi seri rahang atas. Bagian gigi yang dipotong tidak boleh lebih dari 2 milimeter. Pasalnya, ketebalan enamel gigi juga 2 mm dan jika melebihi itu, dentin akan terpapar udara yang dapat menyebabkan kematian gigi.
Gigi yang telah dipotong diletakkan di atas selembar kain berwarna coklat kekuningan yang didoakan bersama dengan sepiring sesaji. Dalam tradisi ini, seseorang akan berada pada masa cuntaka atau tak suci untuk disucikan.
Saat gigi akan dikikir, orang yang mengikuti ritual juga diminta mencicipi enam rasa yaitu manis, pahit, asam, asin, pedas, dan sepat. Setiap rasa memiliki enam makna yang tersirat. Rasa pahit dan asam merupakan simbol ketabahan dalam menghadapi kehidupan. Rasa pedas menjadi simbol kemarahan, sehingga setelah melakukan ritual ini diharapkan menjadi orang sabar. Rasa sepat sebagai simbol ketaatan dan rasa asin sebagai kebijaksanaan. Sementara rasa manis menandakan kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan.
Perempuan hamil tidak diizinkan mengikuti ritual ini. Sebab, menurut kepercayaan, perempuan yang tengah mengandung membawa janin yang suci. Sementara saat metatah, seseorang berada dalam fase cuntaka.
Tradisi metatah umumnya membutuhkan dana yang besar. Ni Wayan Ernawati (2012), dalam Jurnal 'Makna Upacara Potong Gigi (Metatah) bagi Peserta Umat Hindhu Bali di Pura Agung Jagad Karana Kota Surabaya', menyebutkan setidaknya terdapat lima sarana utama yang dibutuhkan dalam upacara potong gigi, yaitu:
1. Sesajen.
2. Balai-balai lengkap dengan dipan. Tempat ini sama seperti tempat tidur dan diisi perlengkapan seperti bantal, kasur, seprai atau tikar yang berisi gambar Semara Ratih (dewa cinta dan kasih).
3. Kelapa kuning yang dilubangi sedemikian rupa dan airnya dibuang. Kelapa ini akan dijadikan tempat membuang air liur peserta upacara potong gigi. Setelah itu kelapa akan dipendam di belakang sanggah.
4. Bokor, tempat yang berisi perlengkapan kikir gigi seperti cermin, pahat, dan daun sirih.
5. Beberapa potong kain yang digunakan untuk menutupi badan peserta potong gigi pada saat prosesi berlangsung.
Lantaran kebutuhan ritual metatah cukup banyak, biasanya masyarakat menyiasati dengan menggabungkannya dengan prosesi lain seperti upacara Ngaben dan pernikahan.
Editor: Anton Suhartono