Miras Oplosan Marak, MUI: Bukti Lemahnya Pengawasan Aparat Keamanan
JAKARTA, iNews.id - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Saadi mengatakan, beredarnya minuman keras oplosan yang memakan banyak korban akhir-akhir ini membuktikan masih lemahnya pengawasan aparat. Akibatnya, kejadian serupa terus berulang setiap tahun.
“Hal ini menunjukkan masih lemahnya pengawasan oleh pihak aparat keamanan sehingga miras yang seharusnya merupakan barang yang tidak boleh diperdagangkan secara terbuka, menjadi barang dagangan yang bebas dibeli dan dikonsumsi oleh siapa pun,” ujar Zainut di Jakarta, Jumat (13/4/2018).
Situasi semacam itu, kata dia, jelas membuat resah masyarakat. MUI merasa sangat prihatin atas maraknya peredaran miras oplosan yang menelan korban dalam jumlah besar seperti terjadi di Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Hingga Rabu 11 April 2018, korban miras oplosan di Cicalengka sudah mencapai 157 orang. Dari jumlah tersebut, 45 di antaranya dilaporkan tewas.
Menurut Zainut, langkah kepolisian merazia kios-kios yang diduga menjual miras oplosan sangat bagus. Namun demikian, aparat keamanan juga harus menindak tegas produsen dan distributor minuman beralkohol tersebut, sehingga peredarannya dapat dicegah dan dibasmi sampai ke akarnya.
“MUI mengimbau tokoh agama, tokoh masyarakat dan pemerintah untuk terus melakukan dakwah, kampanye, dan sosialisasi tentang bahaya miras,” kata dia.
Zainut menjelaskan, selain dilarang dan dihukumi haram oleh agama, miras juga sangat membahayakan jiwa manusia. Karena itulah, barang semacam itu harus dijauhi. MUI, lanjut dia, mendesak pemerintah dan DPR agar segera menuntaskan pembahasan RUU tentang Minuman Beralkohol karena payung hukum tentang pengaturan miras saat ini masih sangat lemah.
Minuman beralkohol saat ini hanya diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol.
“Permendag tersebut kami nilai sudah tidak lagi memadai sehingga perlu segera dibuat payung hukum yang lebih kuat untuk pengaturannya,” kata Zainut.
Editor: Ahmad Islamy Jamil