Moeldoko Cari Masukan tentang Pembentukan KKR dari Profesor Hukum Harvard
Dalam diskusi tersebut setidaknya ada dua hal pokok yang dibahas. Pertama, tentang formulasi dan elemen KKR yang terbaik dan mengedepankan rasa keadilan dan semangat rekonsiliasi untuk semua pihak. Kedua, praktik pembentukan KKR di berbagai negara dan tantangannya, serta usulan rumusan KKR yang belum pernah diperhatikan di berbagai negara lainnya dapat menjadi terobosan positif untuk Indonesia.
Menurut Moeldoko, KSP mendukung penguatan substansi RUU KKR dengan menjembatani perspektif hukum internasional melalui konsultasi dengan ahli yang sudah lama meneliti KKR di berbagai negara.
“RUU KKR nantinya diharapkan akan merefleksikan berbagai praktik baik yang sudah diterapkan di berbagai negara, dan diformulasikan sehingga tidak akan mengorbankan rasa keadilan yang juga diidamkan seluruh pihak,” kata Moeldoko.
Dalam diskusi itu, Profesor Minow menekankan, tidak ada satu bentuk ideal untuk KKR. Kendati demikian, ada beberapa aspek penting dalam proses rekonsiliasi yaitu, kejujuran, pengakuan, keadilan dan penyesalan secara mendalam.
“Tanpa keempat aspek tersebut, rekonsiliasi sulit dilakukan,” kata Minow. Dia menegaskan, KKR juga perlu dibentuk secara independen dan dijalankan oleh aktor-aktor independen.
Minow menambahkan, rasa penyesalan perlu diperlihatan dan dipaparkan dengan jelas. Dengan begitu proses rekonsiliasi akan lebih mudah dilakukan. Selain penyesalan, kejujuran secara utuh juga perlu didorong dalam proses KKR. Penyampaikan penyesalan dan kejujuran sangat berkaitan dengan keadilan bagi korban dan keluarga korban.
“Pemerintah perlu memiliki timeline atau deadline waktu yang jelas dalam proses KKR,” ucap Minow.
Editor: Zen Teguh