Muhammadiyah Kecam Penggusuran Rempang: Proyeknya Sangat Bermasalah
JAKARTA, iNews.id - Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) serta Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengecam penggusuran yang terjadi di Pulau Rempang, Kepulauan Riau. Mereka menilai proyek Rempang Eco City sangat bermasalah.
Ketua LHKP PP Muhammadiyah, Ridho Al-Hamdi, mengatakan payung hukum proyek itu baru disahkan pada 28 Agustus 2023 melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023. Menurutnya, penggusuran masyarakat Rempang adalah bukti pemerintah gagal melaksanakan mandat konstitusi.
”Permukiman dan warga tercatat telah ada sejak 1834, tempat tinggal dan permukiman itulah yang saat ini mau digusur untuk proyek Rempang Eco-City,” kata Ridho Al Hamdi dalam keterangannya, Kamis (14/7/2023).
Dia mengatakan, Rempang Eco City yang menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) menimbulkan demonstrasi warga dan kekerasan aparat. Dia menyebut, proyek ini tidak pernah dikonsultasikan secara bermakna kepada masyarakat Rempang yang terdampak.
"Hampir setiap pembangunan Proyek Strategis Nasional pemerintah selalu mobilisasi aparat secara berlebihan yang berhadapan dengan masyarakat," kata dia.
Ridho menuturkan, pengadaan tanah terindikasi kerap merampas hak masyarakat. Atas dasar itu, LHKP dan Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah mengecam kebijakan publik pemerintah untuk menggusur masyarakat Pulau Rempang, Kepulauan Riau demi kepentingan industri swasta.
Menurutnya, pola pelaksanaan kebijakan yang tanpa konsultasi dan menggunakan kekuatan aparat secara berlebihan terlihat brutal dan sangat memalukan.
”Pemerintah terlihat ambisius membangun proyek bisnis dengan cara mengusir masyarakat yang telah lama hidup di Pulau Rempang, jauh sebelum Indonesia didirikan,” tuturnya.
Dia menilai, pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang menyebut tanah di Pulau Rempang belum pernah digarap sangat keliru. Sebab, lanutnya, masyarakat sudah menghuni Pulau Rempang sejak 1834.
"Menko Polhukam tampak jelas posisinya membela kepentingan investor swasta dan menutup mata pada kepentingan publik, termasuk sejarah sosial budaya masyarakat setempat yang telah lama dan hidup di pulau tersebut," ujar Ridho.
Menurutnya, penggusuran di Pulau Rempang menunjukkan kegagalan pemerintah menjalankan mandat konstitusi Indonesia. Dalam UUD 1945 disebutkan, tujuan pendirian negara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
”Negara gagal menjalankan pasal 33 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” katanya.
Dia mengatakan, negara mempertontonkan keberpihakan kepada investor melalui penggusuran paksa itu.
Oleh karena itu, kata dia, LHKP dan MHH PP Muhammadiyah menyatakan sikap meminta presiden dan Menko Perkonomian untuk mengevaluasi dan mencabut proyek Rempang Eco City sebagai PSN.
Mereka juga meminta Kapolri dan Kapolda Kepri segera membebaskan sejumlah warga yang sedang ditahan serta menarik seluruh aparat bersenjata dari lokasi konflik.
"Ketiga, mendesak pemerintah segera menjamin dan memuliakan hak-hak masyarakat Pulau Rempang untuk hidup dan tinggal di tanah yang selama ini mereka tempati serta mengedepankan perspektif HAM, mendayagunakan dialog dengan cara-cara damai yang mengutakaman kelestarian lingkungan dan keadilan antar generasi," ujar Ridho.
Editor: Rizky Agustian