Ngadu ke DPR, Pedagang Thrifting Keberatan Dianggap Ganggu UMKM
JAKARTA, iNews.id - Pedagang barang thrifting keberatan jika disebut sebagai pihak yang membunuh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Hal ini disampaikan perwakilan pedagang thrifting saat menyampaikan keluhan kepada Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR.
"Jadi selama ini, usaha thrifting ini diidentikkan mengganggu UMKM di Indonesia. Jadi kami perlu garis bawahi Pak, bahwa thrifting ini juga bagian dari UMKM. Kami itu termasuk pelaku-pelaku UMKM," kata Rifai Silalahi, perwakilan pedagang thrifting di ruang rapat BAM DPR, Rabu (19/11/2025).
Dia menegaskan, yang merusak UMKM adalah pakaian-pakaian impor dari China, bukan thrifting. Menurutnya, kedua bisnis ini memiliki pangsa pasar yang berbeda di masyarakat.
"Sebenarnya bukan thrifting yang membunuh UMKM, tapi lebih kepada pakaian-pakaian impor China yang hampir menguasai hampir 80 persen pangsa pasar di Indonesia," ujarnya.
Di sisi lain, Rifai mengaku sudah berbicara dengan para pelaku UMKM tentang keberadaan thrifting ini. Dia mengklaim jika pelaku UMKM tidak ada yang keberatan dengan thrifting.
"Jadi yang kami harapkan bapak sekarang untuk thrifting yang dijadikan alasan sekarang pembunuh UMKM, kami merasa sangat keberatan," katanya.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah tidak hanya menindak impor pakaian bekas, tetapi juga tengah menyiapkan strategi besar untuk mengisi pasar-pasar yang selama ini bergantung pada barang thrifting impor, seperti Pasar Senen, dengan produk lokal buatan UMKM. Hal itu ditegaskan Menteri Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman.
Saat ini, Kementerian UMKM telah mengonsolidasikan 1.300 brand lokal, mulai dari pakaian, celana, sepatu, hingga sandal, untuk menggantikan produk-produk trifting impor.
“Per hari ini kita sudah konsolidasi, sudah ada 1.300 brand produk lokal kita yang sudah kita konsolidasikan. Dari baju, celana, sepatu, sandal,” kata Maman di Jakarta, Senin (17/11/2025).
Menurut Maman, pihaknya kini mulai menyiapkan substitusi barang agar pedagang yang selama ini menjual pakaian bekas impor tidak kehilangan mata pencaharian. Salah satunya melalui transformasi Pasar Senen, yang dikenal sebagai sentra tekstil dan pakaian bekas terbesar di Jakarta, menjadi pusat penjualan produk lokal.
Editor: Reza Fajri