Kasus Tom Lembong Pengaruh Hukum Buruk terhadap Ekonomi
Prof. Didik J. Rachbini
Rektor Universitas Paramadina
SAYA sebagai ekonom ingin memberi kontribusi (semoga bermakna) terhadap praktik kriminalisasi hukum dan kasus Tom Lembong. Bagaimana pengaruh hukum yang buruk terhadap ekonomi Indonesia? Hukum yang lemah, tidak adil, tidak konsisten, atau mudah diintervensi kekuasaan serta dipolitisasi dapat memberikan dampak negatif serius terhadap perekonomian nasional. Hukum adalah faktor kepastian dan ketidakpastian dalam ekonomi, khususnya investasi.
Beberapa argumen dan penjelasannya sangat gamblang, yakni menurunnya kepercayaan investor. Negara dengan kepastian hukum yang labil dan buruk rupa akan dihindari oleh investor. Kalangan bisnis dan semua investor, baik domestik maupun asing, pasti sangat memerlukan kepastian hukum.
Jika sistem hukum tidak bisa menjamin kontrak, menyelesaikan sengketa dengan adil, atau bebas dari intervensi politik, maka investor enggan menanamkan modal karena akan menghadapi risiko berat, kerugian, bahkan kebangkrutan.
Hukum yang buruk akan menyebabkan biaya transaksi meningkat, menjadi mahal, dan berdampak pada naiknya biaya investasi yang pada akhirnya tidak efisien. Biaya transaksi adalah biang kerok atau bahkan setan buruk, dalam ekonomi dan dunia bisnis, yang sering muncul dari sistem hukum yang bobrok.
Hukum yang tidak efisien dan tidak dapat diandalkan dalam menjamin kepastian usaha akan menambah beban dunia usaha dan ekonomi nasional. Prosedur hukum yang berbelit, panjang, dan tidak jelas sangat besar pengaruhnya terhadap ekonomi. Mekanisme penyelesaian hukum dan sengketa menjadi mahal.
Dalam sistem hukum yang buruk, efisiensi ekonomi menurun dan bahkan rusak sama sekali. Contoh ekstrem adalah negara-negara dengan sistem hukum yang lemah, yang cenderung jatuh ke dalam jebakan negara gagal (failed state) atau menjadi negara predatoris, di mana ekonomi hanya dijadikan alat pengisapan oleh elite kekuasaan.
Praktik kriminalisasi hukum karena intervensi politik terjadi di semua rezim, tetapi sangat vulgar pada masa Jokowi. Kasus Tom Lembong menunjukkan indikasi kuat adanya intervensi kekuasaan terhadap hukum, warisan dari era Jokowi. Tidak ada lagi motto yang suci dalam dunia hukum: "Lebih baik membebaskan orang yang salah daripada menghukum orang yang benar."
Prinsip ini adalah bentuk keadilan paling mendasar dalam sistem hukum, tetapi kini dibuang ke tong sampah oleh para pemimpin yang justru lahir dari proses demokrasi.
Yang terjadi saat ini, seperti dalam kasus Tom Lembong, adalah ketika seseorang menjadi lawan politik, maka kesalahannya dicari-cari, seperti yang terjadi dalam pilpres yang lalu. Politik kemudian menjadi anasir jahat dalam demokrasi.
*Isi tulisan menjadi tanggung jawab penulis
Editor: Maria Christina