Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Heboh Pencurian di Parkiran Lapangan Padel Jaksel, Maling Pecahkan Kaca Mobil
Advertisement . Scroll to see content

Padel, Budaya Populer Hasil Negosiasi di Media Sosial

Selasa, 01 Juli 2025 - 10:43:00 WIB
Padel, Budaya Populer Hasil Negosiasi di Media Sosial
Firman Kurniawan S (Foto: Dok Pribadi)
Advertisement . Scroll to see content

Tanpa harus paham akar maupun cabang asal usul ilmu pengetahuan, semua orang dapat terlibat dalam produksi, distribusi maupun konsumsi ilmu pengetahuan jenis ini. Yang terlibat pun bisa diganjar sebagai orang yang berkeahlian, dan tak jarang dijadikan sebagai rujukan.

Perdebatan soal bumi datar vs bumi bulat, provaksin vs antivax, sejarah terbangunnya Candi Borobudur atau misteri akhir hidup Hitler, disajikan sebagai aplikasi ilmu pengetahuan populer. Kepopulerannya bahkan mampu mengguncang stabilitas ilmu pengetahuan yang metodis.

Saat menyangkut yang populer, siapa pun dapat terlibat. Keterlibatan yang tanpa halangan aturan berbelit, maupun sarana yang rumit. Ini sesuai ringkasan Alisa Larson, 2024, soal budaya populer dalam tulisan dengan judul yang sama: “Popular Culture”. Larson menyebut budaya pop sebagai praktik, kecenderungan, dan ekspresi yang berciri massa dari masyarakat.

Tampilannya dapat berbentuk hiburan maupun seni, termasuk musik, acara televisi, film, sastra, mode, hingga media sosial yang mencerminkan pengalaman dalam bahasa sehari-hari masyarakat. Dengan karakter itu, menyebabkan budaya pop mudah diakses dan diubah bentuknya secara cepat, mengikuti kehendak masyarakat. 

Padel juga mendorong penghayatan massa tanpa syarat itu. Saat masyarakat hendak terlibat -dibandingkan dengan tenis yang lebih sulit dimainkan- karenanya memerlukan latihan agar dapat melakukan dengan fasih. Juga perlengkapannya yang terhitung mahal, menyebabkan tenis tak serta merta dapat diikuti banyak orang- unsur massa padel tampil. 
Seluruhnya ini membedakannya dari tenis. Kesederhanaan padel dan tuntutannya yang rendah, jadi pintu masuk untuk diadopsi siapa pun.

Kedua, dalam pandangan Romero: kesertaan tokoh-tokoh tersohor dunia yang berasal dari berbagai bidang, atlet, aktor, hingga musisi, mengakselerasi adopsi padel. Para pesohor yang mengekspresikan kesertaannya secara terang-terangan, membawa pengaruh yang signifikan. Sebut saja pesohor itu: Cristiano Ronaldo, Serena Williams, Tom Holland, Zinedine Zidane, Rafael Nadal, Novak Djokovic, Eva Longoria, dan Zlatan Ibrahimovic, mendukukung padel dengan berbagai cara. Termasuk menampilkannya sebagai konten di media sosial. 

Saat para pesohor dunia menampilkan keterlibatannya dalam padel, alih-alih hanya visibilitasnya yang meningkat nyata, pamor olahraga ini turut terdongkrak. Para pesohor itu menularkan nuansa ‘kekerenan’ yang menggugah. Menyebabkan pemerhatinya ingin turut terlibat pada kegandrungan yang menyebar. Padel mengglobal akibat turut dipopulerkan oleh pesohor dunia.  

Ketiga, budaya yang menyebar cepat hari ini, berada dalam ruang dan waktu –konteks- penggunaan media sosial yang intensif. Padel membudaya didorong pengaruh media sosial. Artinya, jika saat sebelumnya budaya populer menunggangi media massa –koran, tv, radio, majalah, tabloid- sebagai kendaraan yang membentuknya menjadi budaya populer.

Hari ini, pendorong itu dimainkan media sosial. Media sosial mempunyai kekuatan yang berlipat-lipat sebagai jejaring pengaruh, membentuk budaya populer. Karenanya budaya populer yang tersebar lewat media sosial, berlangsung cepat dan luas. 

Realitas ini mengonfirmasi pernyataan Romero maupun Larson di atas.

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut