Pakar Soroti Hukuman Pelanggaran Pemilu Terlalu Ringan: Ini Extraordinary Crime
JAKARTA, iNews.id - Pakar hukum pidana Romli Atmasasmita menyoroti hukuman terhadap pelanggaran pemilihan umum (pemilu) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang dianggap terlalu ringan. Padahal, menurutnya, pelanggaran pemilu merupakan extraordinary crime.
Dia menilai hukuman pelanggaran tersebut harus dipertegas dalam undang-undang karena merugikan banyak orang.
"Kesimpulan saya melihat undang-undang itu adalah tampaknya undang-undang itu menyederhanakan pelanggaran Pemilu sama dengan penipuan pemalsuan surat, dan berita bohong dan sebagainya yang kita kenal sehari hari dalam undang-undang hukum pidana," kata Romli dalam acara diskusi bertajuk "Arah Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Sengketa Pemilu Presiden 2024" di Jalan Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (1/4/2024).
Dia menyatakan, ketentuan pelanggaran pemilu dalam UU Pemilu seolah menyeramkan. Padahal hukumannya setara pidana ringan.
"Coba bayangkan ada hukuman 6 bulan kurungan, coba bayangkan tiap rampok mencederakan ratusan jiwa suara, sebenarnya pemalsuan perusakan, ini suara yang dikorupsi. Ini kalau kita bicara tindak pidana korupsi extraordinary crime, ini extra extraordinary crime. Maka karena seperti itulah kecurangannya terstruktur, sistematis, masif itu, kalau bahasa hukum pidana itu pemufakatan jahat sebetulnya," katanya.
Dia mencurigai hukuman pelanggaran pemilu sudah didesain akan ringan sejak regulasinya dibuat. Dia menekankan hukuman tersebut jelas tak menimbulkan efek jera.
"Saudara tahu enggak satu tahun dalam penjara? Praktiknya cuma 6 bulan paling lama. Paling lama 6 bulan di penjara itu bukan sesuatu yang membuat kita jadi jera, kapok, tidak. Hanya sementara waktu pindah rumah. Pindah tempat tidur sebetulnya," katanya.
Editor: Rizky Agustian