Pasar Modal, Krisis Politik Ekonomi dan Kebijakan
Defisit penerimaan APBN yang diumumkan terlambat juga memperjelas bahwa pengelolaan APBN tidak pruden.
Faktor APBN dan kebijakan fiskalnya sangat penting dicermati. Faktor ini seratus persen adalah politik dan diputuskan secara politik. Pasar melihat kebijakan fiskal yang sekarang dilihat sebagai faktor yang membahayakan. Prosesnya, perilaku politik kebijakannya, dan angka-angka yang keluar dari proses kebijakan tersebut, pasar melihat hal ini sebagai ancaman terhadap stabilitas makroekonomi, termasuk pertumbuhan ekonomi, inflasi dan nilai tukar. Investor memilih menarik diri lebih dini daripada menghadapi risiko besar modalnya amblas.
Sumber masalah sangat jelas dan terang-benderang, tinggal pemerintah, apakah akan membuka diri untuk perbaikan. Jika tidak, dampaknya jelas, kepercayaan pasar akan terus merosot, investor terganggu untuk investasi di Indonesia.
Investor, baik asing maupun domestik, akan bersifat menunggu dan tidak akan berinvestasi dulu, yang berarti investasi akan sementara atau berlanjut stagnan. Modal yang ada bisa keluar dan menggerus likuiditas, yang pada gilirannya akan menekan rupiah, menekan nilai tukar rupiah.
Sektor riil, terutama industri untuk program hilirisasi sudah pasti akan mengkerut untuk mendapatkan dana. Akan terjadi keterbatasan akses pendanaan. Emiten yang berencana menggalang dana melalui pasar modal (IPO, rights issue) kemungkinan menunda aksi korporasi karena valuasi yang melemah. Sektor riil tidak akan mendapat kucuran dana yang cukup.
Apakah bisa mencapai pertumbuhan 8 persen seperti janji kampanye? Lupakan dulu mimpi ini, pemerintah perlu bergandengan dan berbaik kebijakan dengan pasar.
Editor: Anton Suhartono