Pascaputusan MK, KPU Kaji Opsi Pemadatan Verifikasi Faktual Parpol
JAKARTA, iNews.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih mengkaji dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi terhadap Pasal 173 Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Konsekuensi dari putusan itu adalah diwajibkannnya seluruh partai politik menjalani proses verifikasi faktual agar bisa menjadi peserta Pemilu 2019.
Ketua KPU Arief Budiman menuturkan, saat ini ada sejumlah alternatif yang tengah disiapkan instansinya untuk menyikapi putusan MK tersebut. Salah satunya adalah dengan cara memadatkan proses dan tahapan verifikasi faktual bagi parpol-parpol yang belum melaksanakan kewajiban itu.
“Hasil rapat memang belum kami putuskan. Tapi tim sekretaris jendral KPU telah kami minta membuat kajian, seperti kalau putusan sekian apa saja yang disiapkan? Personel kita bagaimana? Lalu tahapan kita masih cukup waktu atau tidak?” ujar Arief di Jakarta, Jumat (12/1/2018).
Menurut dia, peluang menjalankan proses verifikasi faktual—bila diukur dengan waktu normal—memang sudah kecil untuk dilakukan. Dia menyebut tahapan tersebut setidaknya akan menghabiskan waktu dua pekan untuk melakukan pengecekan, dan dua pekan pula untuk melakukan perbaikan serta rekapitulasi berjenjang hasil verifikasi faktual.
“Kalau normal kan dua minggu untuk verifikasi, dua minggu lagi untuk rekapitulasi. Tapi itu kan menyebabkan terlampauinya beberapa ketentuan pasal dalam UU (UU Pemilu),” tutur Arief.
Dia mengingatkan, pilihan untuk melaksanakan pemadatan waktu verifikasi juga bukan tanpa pertimbangan. KPU, menurut Arief, masih mengukur dampak dari alternatif ini, termasuk tentang kesiapan petugas serta kesetaraan dan keadilan bagi partai-partai politik calon peserta Pemilu 2019.
“Karena kalau padatkan, (tentu) jam kerja petugas harus bertambah. Selain itu, pemadatan juga berpotensi memperlakukan partai politik secara tidak sama atau tidak setara. Padahal, partai politik lain diverifikasi 14 hari. Sementara, kalau yang ini dipadatkan, masa verifikasi akan jadi lebih sedikit (lebih singkat),” kata Arief.
MK pada Kamis kemarin, 11 Januari 2018, mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap UU No 7/2017 tentang Pemilu. Terhadap uji materi Pasal 222 tentang ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT), majelis hakim MK menolak gugatan. Meski demikian, dua dari tujuh majelis hakim berbeda pendapat (dissenting opinion) mengenai pasal tersebut.
Perbedaan pendapat disampaikan oleh dua orang majelis hakim, yaitu Saldi Isra dan Suhartoyo. Menurut mereka, presidential threshold tidak hanya dimaknai dengan angka-angka saja, seperti minimal 20 persen dari perolehan kursi di DPR atau 25 persen suara sah secara nasional.
Sementara itu, pada Pasal 173 UU Pemilu tentang perbedaan kedudukan antara partai politik peserta Pemilu 2014 dan Pemilu 2019, majelis hakim mengabulkan secara sebagian. Dengan putusan itu, seluruh partai politik wajib mengikuti verifikasi untuk ikut serta dalam Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.
Editor: Zen Teguh