PBNU Tak Setuju Usul Muhammadiyah soal Sidang Isbat Ditiadakan
JAKARTA, iNews.id - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur tidak setuju atas usulan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah untuk meniadakan sidang isbat. Menurutnya, sidang isbat berdampak positif untuk menyatukan seluruh ormas Islam di Indonesia.
"Saya tidak sependapat. Menurut saya itu sidang isbat sangat positif, kita melihat sidang isbat itu bagian dari upaya pemerintah untuk mencari titik temu dan menyatukan segenap ormas Islam se-Indonesia agar bisa bersatu penetapan awal Ramadan dan Idul Fitri di berbagai negara Islam dilakukan oleh pemerintah," kata Gus Fahrur dalam keterangannya, Jumat (8/3/2024).
Dia mengatakan, umat Islam dapat lebih kompak merayakan Hari Raya Idul Fitri jika penentuan awal Ramadan dapat disepakati bersama. Selain itu, sidang isbat juga membuat ormas Islam lainnya tidak perlu bersusah payah menentukan kembali hari raya dan tinggal mengikuti keputusan pemerintah.
"Kalau ini kita sepakati bersama di Indonesia, alangkah baiknya sehingga semua umat Islam berhari raya dengan lebih kompak dan menyenangkan, semua ormas Islam se-Indonesia bersatu, tidak perlu bersusah payah menentukan hari raya, cukup mengikuti keputusan pemerintah," katanya.
Dia mengajak umat Muslim mengikuti penentuan awal Ramadan 1445 H mengikuti ketetapan pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag). Kemenag, kata dia, memiliki sejumlah tenaga ahli yang profesional di bidangnya.
"Masyarakat sebaiknya mengikuti ketetapan pemerintah melalui Kementerian Agama RI , mereka mempunyai banyak tenaga ahli dari kalangan akademisi dan ulama-ulama untuk melakukan penetapan awal Ramadan dan Idul Fitri sesuai standar syariat Islam," tuturnya.
Sebelumnya, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengusulkan agar sidang isbat ditiadakan. Tujuannya agar menghemat anggaran negara yang sedang tidak baik-baik saja.
"Dengan tidak diadakan isbat, lebih menghemat anggaran negara yang secara keuangan sedang tidak baik-baik saja," kata Mu'ti dalam keterangannya, Jumat (8/3/2024).
Dia mengatakan hasil kesepakatan Menteri Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) digunakan pemerintah untuk mencari titik temu dalam perbedaan.
Diketahui kriteria baru yang diterapkan pada awal Ramadan 2022 yaitu tinggi hilal minimal 3 derajat dengan sudut elongasi minimal 6,4 derajat. Dengan adanya MABIMS seharusnya hasilnya sudah dapat diprediksi dengan jelas.
"Pemerintah menggunakan kriteria MABIMS di mana salah satu syarat adalah posisi hilal 4 derajat di atas ufuk. Pada saat awal Ramadan, posisi hilal di bawah 1 derajat dan pada saat akhir Ramadan posisi jauh di atas 6 derajat," katanya.
"Dengan kriteria itu, hasil isbat sudah dapat diprediksi dengan jelas," sambungnya.
Sebagai informasi, Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadan 1445 H pada 11 Maret, Idul Fitri 1 Syawal 1445 H pada 10 April, Puasa Arafah 9 Zulhijah 1445 H pada 16 Juni, serta Idul Adha 10 Zulhijah 1445 H pada 17 Juni 2024. Keputusan itu berdasarkan metode Hisab Wujudul Hilal Hakiki.
Editor: Rizky Agustian