Pengamat Intelijen: #2019GantiPresiden Diduga Kampanye di Luar Jadwal
JAKARTA, iNews.id - Gerakan #2019GantiPresiden mendapat penolakan dari sejumlah pihak di berbagai daerah. Di Batam dan Pekanbaru, gerakan yang dipimpin oleh aktivis Neno Warisman itu ditentang sekelompok orang.
Peristiwa sama terjadi di Surabaya, Jawa Timur. Massa yang menolak gerakan serupa bahkan menggelar aksi turun ke jalan, Minggu (26/8/2018). Sebelumnya, gerakan itu juga dilarang untuk digelar oleh kepolisian.
Pengamat intelijen Susaningtyas NH Kertopati mengatakan, pada prinsipnya kebebasan menyampaikan pendapat merupakan hak setiap warga negara yang diatur dan dijamin dalam UUD 1945, UU Nomor 39/1999 tentang HAM dan UU Nomor 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Namun, dia menegaskan, kebebasan tersebut harus memenuhi prosedur yang diatur dalam UU 9/1998, PP 60/2017 tentang cara perizinan dan pengawasan kegiatan keramaian umum, kegiatan masyarakat dan pemberitahuan kegiatan politik.
Peraturan perundang-undangan itu jelas menyatakan, setiap penyelenggaraan kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya yang dapat membahayakan keamanan umum wajib memiliki surat izin kepolisian.

Untuk itu, bagi Nuning, sapaan akrabnya, tidak dikeluarkannya surat izin oleh Polda Riau (Polrestra Pekanbaru) sudah sesuai ketentuan UU.
”Jangan dijadikan sebagai tafsir liar bahwa aparat keamanan tidak netral. Karena, kepolisian dan pejabat BIN di daerah bekerja berdasarkan hasil koordinasi dengan instansi terkait, tokoh masyarakat, juga membertimbangkan adanya pro dan kontra dari masyarakat,” kata dia di Jakarta, Senin (27/8/2018).
Belum lagi, kata Nuning, juga telah ada pembatalan acara dari panitia penyelrnggara lokal atas nama Husni Thamrin dan Dede Gunawan.
Lebih lanjut, dia menegaskan, tindakan pengamanan yang dilakukan oleh aparat keamanan adalah semata-mata untuk menjaga kamtibmas dan menghindari konflik dan bentrokan antarmassa. Sebab, realitas situasi di lapangan nyata-nyata mendapatkan reaksi massa di ruang publik, baik yang pro maupun kontra.
Selain itu, dinamika politik saat ini hanya ada dua pasang calon capres dan cawapres. Gerakan #2019GantiPresiden juga diduga kuat sebagai bentuk pelanggaran pemilu, berupa kampanye di luar jadwal.
Susaningtyas NH Kertopati. (dok. pribadi).
Menurut Nuning, di lapangan gerakan ini menyerang kebijakan dan membagikan brosur untuk tidak memilih petahana. Ini sama saja dengan mengarahkan untuk memikih paslon lain. Dalam demokrasi, hal ini tentunya diperbolehkan. Namun, jika sudah masuk tahapan jadwal kampanye yang ditetapkan KPU.
Nuning menilai, Pasal 492, UU No 7/2017 tentang pemilu, tegas menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan KPU, dapat dipidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan oleh aparat keamanan telah sesuai dengan prosedur yang ada. Nuning berharap, tindakan tersebut jangan menjadi sebuah tafsir liar yang dipolitisasi seolah-olah menganggap bahwa aparat kemanan tidak netral.
Nuning sekaligus mendorong Bawaslu untuk mengkaji unsur pelanggaran pemilu dalam gerakan tersebut.
Editor: Zen Teguh