Penganiayaan Tokoh Agama, PBNU: Apa pun Alasannya Tak Bisa Dibenarkan
JAKARTA, iNews.id – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengutuk tindak kekerasan terhadap tokoh agama yang belakangan kerap terjadi. Apa pun alasannya, kekerasan tidak bisa dibenarkan, sehingga harus dihentikan.
Belum genap satu bulan terakhir, terjadi empat aksi penganiayaan terhadap tokoh dan pemuka agama. Setelah menyasar KH Umar Basri, tokoh NU dan Pengasuh Pesantren Al-Hidayah Cicalengka Bandung Jawa Barat pada 27 Januari 2018 dan HR Prawoto, komandan Brigade PP Persis di Blok Sawah Kelurahan Cigondewah Kaler Kota Bandung Jawa Barat pada 1 Februari 2018, pagi tadi tindak kekerasan terhadap tokoh agama kembali terjadi. Romo Edmund Prier SJ beserta jemaatnya diserang di Gereja St Lidwina Bedog, Desa Trihanggo, Kecamatan Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam rupa berbeda, kekerasan juga menimpa Biksu Mulyanto Nurhalim dan pengikutnya di Desa Caringin Kecamatan Legok Kabupaten Tangerang Banten pada 7 Februari 2018.
“Peristiwa-peristiwa itu menyiratkan adanya kebencian atas dasar sentimen keagamaan. Sesuatu yang harus dihentikan, dikutuk dan dijauhi,” ujar Ketua PBNU Bidang Hukum, HAM dan Perundang-Undangan, Robikin Emhas, dalam keterangan tertulis yang diterima iNews.id di Jakarta, Minggu (11/2/2018).
Kekerasan, apalagi teror, radikal dan tindakan ekstrem lainnya, bertentangan dengan agama. Karena itu, menurut Robikin, segala tindak kekerasan harus dihentikan. Kekerasan terhadap tokoh dan pemuka agama, apalagi didasari kebencian atas dasar sentimen keagamaan berpotensi melahirkan saling curiga dan merusak persatuan dan kesatuan bangsa, yang pada gilirannya dapat menjadi gangguan keamanan.
“Dalam momentum tahun politik 2018 dan 2019, mari kita buktikan Indonesia mampu melakukan sirkulasi kekuasaan dengan cara-cara beradab,” kata Robikin.
Editor: Azhar Azis