Penjelasan Kemenag soal Beda Penetapan 1 Muharram 1446 H dengan NU
JAKARTA, iNews.id - Pemerintah telah menetapkan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1446 H jatuh pada Minggu, 7 Juli 2024. Penetapan ini berbeda dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Lembaga Falakiyah (LF) PBNU mengumumkan awal Muharram 1446 H jatuh pada Senin 8 Juli 2024 atau mulai Minggu (7/7/2024) malam Senin. Pengumuman tersebut diketahui berdasarkan surat bernomor: 046/LF-PBNU/VII/2024 tentang Awal Bulan Muharram 1446 Η.
Direktur Urusan Agama Islam dan Bimbingan Syariah Kementerian Agama (Kemenag) Adib mengatakan perbedaan awal Muharram tersebut tidak perlu diperdebatkan. Sebab, mekanisme penentuannya berbeda serta kalender yang menjadi acuan tetap sama.
"Kami mengajak semua umat Islam untuk tetap memegang teguh ukhuwah Islamiyah, mengutamakan toleransi, dan melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan yang dipedomani. Selamat Tahun Baru Hijriah 1446 H/2024 Masehi,” ujar Adib dikutip dari laman Kemenag, Senin (8/7/2024).
Dia menjelaskan, kalender Hijriah dibuat didasarkan pada peredaran bulan yang lebih pendek sekitar 10-12 hari dibandingkan dengan tahun Masehi. Pergantian tanggal ditandai dengan terbenamnya matahari.
"Saat terbenam matahari pada 29 Zulhijjah 1445 H, ketinggian hilal di Indonesia berkisar antara antara 3,06° di Merauke sampai 5,84° di Sabang. Sedangkan elongasinya berkisar antara 6,91° di Merauke sampai 8,17° di Sabang," kata dia.
Dia mengatakan hilal mudah diamati jika tidak mendung. Sehingga dengan ketentuan itu maka awal Muharram 1446 H ditetapkan jatuh pada 7 Juli 2024.
“Hal ini merujuk pada penyusunan Kalender Hijriah Indonesia yang menggunakan kriteria Imkanur Rukyat MABIMS yaitu berdasarkan tinggi hilal 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat yang diukur atau ditentukan di seluruh wilayah Indonesia,” tutur Adib.
Menurut dia, mekanisme penetapan awal bulan kamariah selain penentuan Ramadan, Syawal dan Zulhijjah merujuk kepada Kalender Hijriah Indonesia yang disusun Tim Hisab Rukyat Kemenag beserta pakar falak perorangan dari beberapa ormas Islam, pesantren dan perguruan tinggi.
Dia mengatakan, ada tiga metode penentuan awal bulan kamariah yang dianut masyarakat Indonesia. Ketiganya yakni rukyatul hilal, wujudul hilal, dan imkanur rukyat.
Rukyatul hilal, kata dia, merupakan observasi lapangan terhadap ketampakan hilal pada tanggal 29 bulan kamariah. Jika saat itu hilal terlihat, maka keesokannya adalah tanggal 1 bulan kamariah.
Sebaliknya jika hilal tidak terlihat, maka keesokan harinya adalah tanggal 30 bulan kamariah.
Sementara wujudul hilal, lanjut Adib, adalah metode yang menetapkan hilal dengan perhitungan (hisab) secara astronomis. Jika secara hisab tanggal 29 bulan kamariah hilal sudah di atas ufuk, maka keesokan harinya adalah tanggal 1 bulan kamariah tanpa ada kriteria berapa pun tinggi hilal.
“Terakhir metode imkanur rukyat yaitu metode yang mempertimbangkan kemungkinan terlihatnya hilal. Metode ini merupakan suatu metode yang menjembatani antara kriteria rukyatul hilal dengan kriteria wujudul hilal dengan menyepakati sebuah kriteria. Kriteria itu disusun berdasarkan data rukyat jangka panjang yang dianalisis dengan perhitungan astronomi (hisab),” jelas dia.
Editor: Rizky Agustian