Pertanian dan Teknologi
Kedua, pengembangan tenaga kerja (SDM). Tantangan SDM di sektor pertanian adalah skill yang terbatas karena faktor usia dan tingkat pendidikan. Dengan kondisi yang sekarang, kita perlu melakukan peremajaan dan pengembangan skill tenaga kerja, salah satunya melalui pendidikan/pelatihan yang berorientasi pada keterampilan/praktik produksi (tidak sebatas knowledge).
Untuk itu, sekolah vokasi atau community colleague bisa menjadi alternatif yang paling ideal untuk menggenjot tingkat keterampilan SDM di sektor pertanian. Nah, terkait persoalan peremajaan, kita bisa belajar dari pengalaman Jepang dan Desa Pujon Kidul di Kabupaten Malang yang bisa menahan para tenaga kerja mudanya untuk tidak “keluar” dari desanya.
Jepang menggunakan sumber daya fiskalnya (laiknya dana desa di Indonesia) untuk membiayai para pemudanya agar terlibat dalam pengembangan teknologi pertanian. Selain itu, mereka juga membangun wisata edukasi berbasis pertanian untuk menanamkan kecintaan anak-anak sekolah terhadap eksistensi pertanian.
Sementara itu, Desa Pujon Kidul menjadi success story terkait penggunaan dana desa. Para pemuda di desa tersebut diberi ruang untuk memanfaatkan potensi fiskal tersebut menjadi penggerak perekonomian desa melalui pengembangan pariwisata berbasis potensi lokal seperti pertanian, peternakan, perikanan, serta usaha mikro dan kecil di lingkungan sekitar.
Ketiga, pembangunan kelembagaan. Beberapa hari terakhir muncul di berbagai media berita mengenai kasus penangkapan terhadap salah seorang kepala desa di Aceh karena memproduksi dan mengedarkan bibit nonsertifikat.
Berita tersebut cukup menghebohkan lantaran ada persyaratan kelembagaan yang belum dipenuhinya secara legal formal. Terlepas kasus hukum yang tengah menjeratnya, kita patut mengapresiasi pada sisi kreativitasnya untuk melahirkan inovasi benih unggulan. Dan, ternyata kasus seperti ini sudah terjadi di beberapa daerah.
Poin yang ingin penulis sampaikan adalah pemerintah perlu menyikapi kejadian ini dengan hati-hati. Sebenarnya inovasi pertanian sudah terjadi di beberapa daerah, tapi kurang mendapat atensi dan perlindungan luas dari pemerintah setempat sehingga nilai manfaatnya belum digarap dan disebarluaskan secara maksimal.
Selain persoalan pengaturan legal formal, faktor kelembagaan berikutnya adalah keberadaan institusi yang mampu menaungi aktivitas pertanian dari hulu ke hilir. Contoh kasusnya adalah nilai jual produk pertanian yang merosot pada saat panen raya.
Kendati hal tersebut cukup lazim pada saat kita menggunakan hukum inflasi dari sisi suplai, kita seharusnya tidak membiarkan kejadian tersebut terus terulang hingga mematikan semangat petani untuk meningkatkan produktivitasnya. Pada saat panen raya kemungkinan excess supply memang akan sangat tinggi.
Untuk itu, kita perlu memberikan sentuhan dengan menghidupkan aktivitas off-farm melalui industrialisasi pertanian (agroindustri). Stok hasil pertanian yang berlebih dapat diolah menjadi produk olahan, terutama pada komoditas yang daya tahannya tidak cukup panjang.
Dalam beberapa pengalaman, agroindustri ternyata mampu meningkatkan nilai tambah produk dan melahirkan lapangan pekerjaan tambahan terutama di wilayah perdesaan. Selain itu, juga mampu membatasi agar produk primer yang dihasilkan harganya tidak sampai anjlok. Yang kita butuhkan sekarang adalah institusi yang mampu menggerakkan pertanian dan ekonomi perdesaan agar dikelola secara lebih modern.
Keberadaan badan usaha milik desa (BUMDes) mungkin yang paling dekat untuk saat ini karena regulasi yang mewajibkan setiap desa memiliki BUMDes. Eksistensi BUMDes di masa sekarang pun ditunjang dengan keberadaan dana desa maupun alokasi dana desa (ADD) yang rajin dikucurkan setiap tahun.
Setelah dalam 3-4 tahun terakhir dana desa dan ADD lebih banyak dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan belanja aparatur desa, mungkin sudah waktunya sumber daya fiskal tersebut digunakan untuk ihwal yang lebih produktif, mulai dari pengembangan teknologi hingga pembangunan institusi yang kuat untuk menggerakkan perekonomian desa.*
*Artikel ini telah tayang di Koran SINDO
Editor: Zen Teguh