Pidato Lengkap Presiden Prabowo di Sidang Umum PBB, Tekankan Persaudaraan di Tengah Perbedaan
Ibu Presiden, Yang Mulia,
Saya menyampaikan kepada majelis ini sebuah pesan harapan dan optimisme, yang didasarkan pada tindakan dan pelaksanaan. Hari ini kita mendengarkan pidato Ibu Presiden, Presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Benar apa yang beliau katakan. Tanpa Organisasi Penerbangan Sipil Internasional, akankah kita berada di sini hari ini? Akankah kita duduk di aula yang megah ini? Tanpa Perserikatan Bangsa-Bangsa, kita tidak akan aman. Tidak ada negara yang dapat merasa aman. Kita membutuhkan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Indonesia akan terus mendukung Perserikatan Bangsa-Bangsa. Meskipun kita masih berjuang, kita tahu dunia membutuhkan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang kuat.
Populasi dunia terus bertambah. Planet kita sedang berada di bawah tekanan. Ketidakamanan pangan, energi, dan air menghantui banyak negara. Kita memilih untuk menjawab tantangan ini secara langsung di dalam negeri dan membantu di luar negeri kapan pun kita bisa.
Tahun ini, kita mencatat produksi beras dan cadangan gabah tertinggi dalam sejarah kita. Kita sekarang swasembada beras dan telah mengekspor beras ke negara-negara lain yang membutuhkan, termasuk menyediakan beras untuk Palestina. Kami membangun rantai pasok pangan yang tangguh, memperkuat produktivitas petani, dan berinvestasi dalam pertanian cerdas iklim untuk memastikan ketahanan pangan bagi anak-anak kami dan anak-anak di seluruh dunia.
Kami yakin, dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia akan menjadi lumbung pangan dunia. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, kami bersaksi di hadapan Anda bahwa kami telah merasakan dampak langsung dari perubahan iklim, khususnya ancaman kenaikan permukaan air laut.
Permukaan air laut di pesisir utara ibu kota kami naik 5 sentimeter setiap tahun. Bisakah Anda bayangkan dalam sepuluh tahun? Dalam dua puluh tahun? Untuk ini, kami terpaksa membangun tembok laut raksasa, sepanjang 480 kilometer. Mungkin butuh waktu 20 tahun, tetapi kami tidak punya pilihan. Kami harus mulai sekarang. Oleh karena itu, kami memilih untuk menghadapi perubahan iklim, bukan dengan slogan, tetapi dengan langkah-langkah segera.
Kami berkomitmen untuk memenuhi kewajiban Perjanjian Paris 2015. Kami menargetkan emisi nol bersih pada tahun 2060 dan kami yakin dapat mencapai emisi nol bersih jauh lebih awal. Kami bertujuan untuk mereboisasi lebih dari 12 juta hektar lahan terdegradasi, mengurangi degradasi hutan, dan memberdayakan masyarakat lokal dengan lapangan kerja hijau yang berkualitas untuk masa depan.
Indonesia sedang beralih secara signifikan dari pembangunan berbasis bahan bakar fosil menuju pembangunan berbasis energi terbarukan. Mulai tahun depan, sebagian besar kapasitas pembangkit listrik tambahan kami akan berasal dari energi terbarukan.
Tujuan kami jelas: Mengentaskan seluruh warga negara kami dari kemiskinan dan menjadikan Indonesia pusat solusi ketahanan pangan, energi, dan air.
Kita hidup di masa ketika kebencian dan kekerasan terdengar seperti suara yang paling keras. Namun, di balik kebisingan ini terdapat kebenaran yang lebih tenang: bahwa setiap orang ingin merasa aman, dihormati, dicintai, dan mewariskan dunia yang lebih baik kepada anak-anak mereka. Anak-anak kita sedang memperhatikan. Mereka belajar kepemimpinan bukan dari buku teks, tetapi dari pilihan kita.
Saat ini, situasi bencana di Gaza masih terbentang di depan mata kita. Saat ini, orang-orang tak berdosa sedang menangis minta tolong, menangis untuk diselamatkan. Siapa yang akan menyelamatkan mereka? Siapa yang akan menyelamatkan orang-orang tak berdosa? Siapa yang akan menyelamatkan para lansia dan perempuan? Jutaan orang menghadapi bahaya saat ini juga, sementara kita duduk di sini, mereka menghadapi trauma, dan kerusakan yang tak tergantikan pada tubuh mereka, mereka sekarat karena kelaparan. Bisakah kita tetap diam? Akankah jeritan mereka tak terjawab? Akankah kita mengajari mereka bahwa umat manusia mampu bangkit menghadapi tantangan ini?