Polemik Kabasarnas Tersangka, Bagaimana Menurut UU Peradilan Militer?
Namun, yang banyak dipersoalkan oleh beberapa pakar hukum pidana dalam kasus dugaan korupsi di Basarnas adalah ketentuan Pasal 198, 199, dan 200 terkait dengan Acara Pemeriksaan Koneksitas guna menentukan peradilan mana yang berhak menangani suatu tindak pidana yang dilakukan anggota TNI aktif.
Pada pasal ini, diatur bagaimana pihak Peradilan Militer dan Peradilan Umum bersama-sama melakukan penilaian terkait suatu pidana yang dilakukan oleh anggota TNI aktif guna memutuskan apakah akan diadili di Pengadilan Militer atau Pengadilan Umum. Jika kasus tersebut setelah berbagai penilaian titik berat kerugiannya pada kepentingan umum, maka kasusnya diserahkan pada Peradilan Umum, bukan Peradilan Militer.
Pasal 198
(1) Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali apabila menurut keputusan Menteri dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
(2) Penyidikan perkara pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh suatu tim tetap yang terdiri dari Polisi Militer, Oditur, dan Penyidik dalam lingkungan peradilan umum, sesuai dengan wewenang mereka masing-masing menurut hukum yang berlaku untuk penyidik perkara pidana.
(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk dengan surat keputusan bersama Menteri dan Menteri Kehakiman.
Pasal 199
(1) Untuk menetapkan apakah Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang akan mengadili perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198 ayat (1), diadakan penelitian bersama oleh Jaksa/Jaksa Tinggi dan Oditur atas dasar hasil penyidikan tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198 ayat (2).
(2) Pendapat dari penelitian bersama tersebut dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Apabila dalam penelitian bersama itu terdapat persesuaian pendapat tentang Pengadilan yang berwenang mengadili perkara tersebut, hal itu dilaporkan oleh Jaksa/Jaksa Tinggi kepada Jaksa Agung dan oleh Oditur kepada Oditur Jenderal.
Pasal 200
(1) Apabila menurut pendapat sebagaimana dimkasud dalam Pasal 199 ayat (3) titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan umum dan karenanya perkara pidana itu harus diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, Perwira Penyerah Perkara segera membuat surat keputusan penyerahan perkara yang diserahkan melalui Oditur kepada Penuntut Umum, untuk dijadikan dasar mengajukan perkara tersebut kepada Pengandilan Negeri yang berwenang.
(2) Apabila menurut pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), titik berat kerugian ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan militer sehingga perkara pidana itu harus diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan militer, pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat (3) dijadikan dasar bagi Oditur Jenderal untuk mengusulkan kepada Menteri, agar dengan persetujuan Menteri Kehakiman dikeluarkan keputusan Menteri yang menetapkan, bahwa perkara pidana tersebut diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
(3) Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan dasar bagi Perwira Penyerah Perkara dan Jaksa/Jaksa Tinggi untuk menyerahkan perkara tersebut kepada Pengadilan Militer/Pengadilan Militer Tinggi.
Demikianlah beberapa penggalan pasal dalam UU Peradilan Militer, yang terkait dengan kegaduhan dalam kasus dugaan korupsi di Basarnas.
Editor: Rizal Bomantama