Polemik Masa Jabatan Presiden Dinilai Harus Disertai Kajian Akademik
JAKARTA, iNews.id - Polemik masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden tiga periode dinilai tidak perlu ditanggapi negatif. Sebab, di dalam UUD 1945 amendemen pertama menyebutkan tentang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden lima tahun dan setelah itu dapat dipilih kembali dalam masa jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
Ahli Hukum Tata Negara, Fahri Bachmid mengatakan, pranata pembatasan kekuasaan presiden secara filosofis tidak terlepas dari konsekuensi penerapan sistem pemerintahan presidensial. Secara hukum tata negara disebutkan bahwa kedudukan dan eksistensi presiden sebagai kepala negara (head of state) sekaligus sebagai kepala pemerintahan (chief of executive) yang memiliki kekuasaan sangat besar.
“Jadi mengenai masa jabatan Presiden sebenarnya konsep pembatasan yang diatur dalam norma Pasal 7 UUD 1945 sebagai hasil amendemen pertama masih sangat relevan, serta sejalan dengan konsep negara demokrasi konstitusional,” ujar Fahri di Jakarta, Minggu (25/11/2019).
Dia menuturkan, secara doktrinal masa jabatan Presiden harus mutlak dibatasi oleh konstitusi dan itu telah diterima secara universal sebagai sebuah konsep rasional dan relevan untuk Indonesia sebagai sebuah negara demokrasi.
Setiap gagasan dan usulan, kata dia idealnya disertai dengan kajian yang secara akademik dapat dipertanggungjawabkan. Artinya harus mempunyai basis akademik kuat dan komprehensif terkait dengan urgensi serta konteks usulan perpanjangan masa jabatan presiden saat ini.
Salah satu anggota tim kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf di sidang sengketa Pemilu 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) itu meminta agar kemajuan konsep negara demokrasi konstitusional yang sudah terbangun secara baik selama ini tidak mengalami kemunduran. Dua periode baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut dalam periode masa jabatan presiden sebagaimana diatur dalam konstitusi telah sangat konstruktif.
"Karena itu berkaitan dengan sistem tata negara yang diatur dalam konstitusi. Dengan demikian, maka harus terhindar dari gagasan serta usulan yang bersifat parsial dan kering nilai filosofis,” katanya.
Editor: Kurnia Illahi