JAKARTA, iNews.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengaku sering menerima keluhan soal prakiraan cuaca berbasis aplikasi yang terpasang di smartphone sering meleset. BMKG mengungkap data itu bukan dirilis oleh BMKG.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebut kurang akuratnya prakiraan cuaca di smartphone terjadi karena sumber data dan informasi tersebut bersifat global, bukan dari informasi BMKG.
Dari Dinasti Qing hingga Xi Jinping: Ambisi Panjang China atas Tibet
“Tidak sedikit masyarakat yang menganggap data dan informasi yang diberikan berasal dari BMKG karena menampilkan informasi seputar cuaca di Indonesia, padahal setelah ditelurusi data dan informasi tersebut bersumber dari institusi di luar Indonesia, bukan dari institusi resmi pemerintah,” ucap Dwikorita dikutip Kamis (19/10/2023).
Seperti diketahui, di Google Play maupun App Store terdapat banyak aplikasi prakiraan cuaca yang tersedia, selain aplikasi resmi dari pemerintah Indonesia “Info BMKG”. Meski berbeda nama aplikasinya, namun fungsi aplikasi-aplikasi yang dikeluarkan oleh nonpemerintah Indonesia tersebut kurang lebih sama yakni untuk memprakirakan cuaca.
Ada Bibit Siklon Tropis, BMKG Peringatkan Potensi Angin Kencang
Dwikorita menerangkan prakiraan cuaca di wilayah Indonesia yang dikeluarkan secara resmi oleh BMKG dapat menjadi patokan untuk masyarakat beraktivitas. BMKG merupakan satu-satunya institusi resmi Indonesia yang berwenang untuk memberikan prakiraan cuaca bagi publik di Indonesia sesuai dengan UU No 31 tahun 2009, tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
Sementara itu, Deputi Meteorologi BMKG Guswanto, menjelaskan rendahnya tingkat akurasi prakiraan cuaca pada aplikasi yang nonpemerintah tersebut karena prakiraan tersebut dibuat dengan data global yang diolah dengan pemodelan matematis dan kemudian di-downscale khusus untuk wilayah Indonesia. Data global tersebut merupakan data cuaca yang berasal dari negara-negara di seluruh dunia yang menjadi anggota Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organisasi - WMO)
“Termasuk BMKG yang selalu mengirimkan data ke WMO secara otomatis melalui jaringan komunikasi satelit, untuk dihimpun menjadi data global. Namun, perlu dipahami bahwa data dan informasi yang dikirimkan oleh BMKG hanya terbatas data dari 59 stasiun pengamatan di Indonesia yang mayoritas berasal dari Pulau Jawa dan Sumatra,” tuturnya.
“Oleh institusi nonpemerintah, data global tersebut selanjutnya diolah, dimodelkan dan di-downscale guna menghasilkan prakiraan cuaca di kota-kota atau di berbagai daerah di Indonesia. Terbatasnya data tersebut tentu saja tidak mampu merepresentasikan kondisi cuaca dan iklim di seluruh wilayah Indonesia,” kata Guswanto.
Dwikorita kembali menegaskan informasi cuaca yang dikeluarkan aplikasi smartphone tidak jarang meleset dan menimbulkan kebingungan masyarakat. Penyebabnya karena tidak divalidasi atau diverifikasi dengan data observasi faktual di lapangan, yang lebih merepresentasikan kondisi dan dinamika cuaca di Indonesia.
Dwikorita menambahkan pemodelan global yang di-downscale tersebut tentunya tidak cukup akurat untuk merepresentasikan kondisi faktual di Indonesia yang sangat kompleks dan dinamis. Terlebih, kondisi cuaca dan iklim Indonesia sangat dipengaruhi oleh Samudra Pasifik dan Samudra Hindia serta Benua Asia dan Benua Australia.
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku