Projo Tak Terima Budi Arie Dituding Terima Komisi 50 Persen dari Judol: Framing Jahat!
JAKARTA, iNews.id - Sekretaris Jenderal DPP Projo, Handoko buka suara terkait eks Menkominfo Budi Arie Setiadi dituding menerima komisi 50 persen untuk melindungi situs judi online (judol). Kabar itu seperti yang tertuang dalam dakwaan keempat terdakwa di kasus dugaan suap blokir situs judol.
Handoko menyebut, dalam dakwaan keempat terdakwa itu menyebutkan Budi Arie tak tahu-menahu soal komisi. Atas dasar itu, ia mengklaim Ketua Umum DPP Projo itu terlibat dalam pusaran kasus judol.
"Faktanya, memang Budi Arie tidak tahu soal pembagian sogokan itu, apalagi menerimanya baik sebagian maupun keseluruhan. Kesaksian itu juga yang dijelaskannya ketika dimintai keterangan oleh penyidik Polri," ucap Handoko saat dihubungi, Minggu (18/5/2025).
Ia menilai, informasi terlibatnya Budi Arie dalam pusaran kasus judol merupakan framing jahat. Handoko menjelaskan, framing jahat yang ditujukan untuk menghancurkan seseorang, kerap dibangun dari informasi atau data yang tidak utuh, ditambah pesan subyektif insinuatif.
Kemudian, kata dia, informasi itu digabungkan dengan informasi yang tidak berkaitan dengan inti permasalahan. Tujuannya, agar publik mengikuti atau mengamini kemauan aktor pembuat framing.
Handoko meminta agar masyarakat memahami persoalan melalui keutuhan informasi. Ia pun berharap penjelasannya bisa membuat publik paham. Di sisi lain, Handoko meminta untuk menghentikan narasi sesat dan framing jahat terhadap Budi Arie.
"Stop narasi sesat dan framing jahat untuk mendiskreditkan siapa pun, termasuk bagi Budi Arie Setiadi. Kegaduhan akibat pembelokkan fakta sangat merugikan masyarakat. Hanya kecurigaan dan sesat pikir atau salah tuduh yang akan diperoleh, alih-alih mendapatkan kebenaran serta keadilan," ucap Handoko.
Ia pun mengatakan, proses hukum kasus judol berjalan secara terbuka dan transparan di pengadilan. Handoko menjelaskan, sumber informasi yang valid, seperti penjelasan penegak hukum melalui media yang menjunjung tinggi objektivitas dan independensi, sangat mudah diakses oleh masyarakat.
"Jangan belokkan fakta hukum dengan asumsi yang tidak faktual, apalagi framing jahat untuk membunuh karakter Budi Arie Setiadi," kata Handoko.
Sebelumnya, nama Budi Arie Setiadi muncul dalam dakwaan kasus dugaan praktik judi online (judol) di lingkungan Kominfo. Ia diduga menerima jatah sebesar 50 persen dari fee penjagaan website judol berdasarkan informasi dari terkadwa
Adapun para terdakwa dalam perkara tersebut, yakni Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan alias Agus.
"Dalam pertemuan tersebut terdakwa II Adhi Kismanto mempresentasikan alat crawling data yang mampu mengumpulkan data website judi online, lalu saudara Budi Arie Setiadi menawarkan kepada terdakwa II Adhi Kismanto untuk mengikuti seleksi sebagai tenaga ahli di Kemenkominfo," bunyi dakwaan jaksa dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Minggu (18/5/2025).
Adhi kemudian mengikuti seleksi sebagai tenaga ahli, namun tidak lolos karena tidak memiliki gelar sarjana. Kendati demikian, Budi Arie memberikan arahan agar Adhi diterima bekerja di Kominfo. Adhi, Zulkarnaen, dan Muhrinjan selaku pegawai Kominfo lalu bersekongkol menjaga website judol.
Budi Arie disebut mendapat bagian dari penjagaan website judol. Pada 19 April 2024, Adhi menerima informasi Budi Arie meminta praktik penjagaan website judol tak dilakukan di lantai 3 Kantor Kominfo, tapi dikomunikasikan langsung.
Zulkarnaen, Adhi, dan Muhrijan lalu mengadakan pertemuan. Tarif sebesar Rp8 juta per website untuk penjagaan kemudian disepakati.
"Pembagian untuk Terdakwa II Adhi Kismanto sebesar 20 persen, Terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony sebesar 30 persen dan untuk saudara Budi Arie Setiadi sebesar 50 persen dari keseluruhan website yang dijaga," bunyi dakwaan.
Editor: Puti Aini Yasmin