Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Roy Suryo Hadiri Gelar Perkara Khusus, Bawa Ijazah UGM Tahun 1985 
Advertisement . Scroll to see content

Ramai Aksi Klitih, Dosen UGM Sebut Gegara Tekanan Pandemi Covid-19

Senin, 18 April 2022 - 10:50:00 WIB
Ramai Aksi Klitih, Dosen UGM Sebut Gegara Tekanan Pandemi Covid-19
Ilustrasi Pelaku Klitih
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Aksi klitih oleh para remaja tengah ramai terjadi di beberapa wilayah. Ternyata, menurut dosen dari Universitas Gadjah Mada (UGM) hal itu salah satunya dipicu karena tekanan pandemi Covid-19. Kok bisa?

Menurut Dosen yang juga merupakan inisiator Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) DIY, Muhammad Nur Rizal perubahan-perubahan serta tekanan yang muncul akibat pandemi bisa menjadi salah satu hal pemicu aksi. Sebab, banyak remaja menghadapi perubahan dinamika di dalam keluarga, sekolah, relasi pertemanan, serta lingkungan masyarakat. 

Hal itu pun dinilai sebagai situasi yang kompleks. Alhasil, anak khususnya remaja sulit untuk memenuhi kebutuhannya untuk mengekspresikan diri.

“Manusia butuh aktualisasi diri. Tapi belakangan ini anak muda tidak punya ruang untuk berekspresi baik di sekolah, di keluarga, maupun di masyarakat sekitarnya,” ucap dia dikutip dari laman resmi UGM, Senin (18/4/2022).

Lebih lanjut, Rizal menjelaskan saat ini kegiatan pembelajaran dilaksanakan sepenuhnya secara daring sehingga aktivitas yang bagi para siswa dapat menjadi ruang untuk berekspresi, berkarya, dan berinteraksi hilang. Demikian juga ruang interaksi di lingkungan masyarakat.

Anak pun akhirnya menghabiskan waktu di rumah. Hanya saja, tak semua anak memiliki relasi atau kondisi yang baik di dalam keluarganya.

“Banyak orang tua mengalami efek pandemi dan terpuruk secara ekonomi sehingga mereka lupa untuk membangun kedekatan dan komunikasi yang intensif dengan anak,” kata Rizal.

Padahal, anak juga mengalami banyak persoalan baru sehingga perlu mendapat perhatian dan pendampingan dari orang tua. Hal ini membuat relasi anak dan orang tua semakin jauh sehingga anak melarikan diri ke dunia teknologi.

“Ketika ruang interaksi dan partisipasi berkurang, anak lari ke dunia teknologi. Bagi sejumlah anak, ketika dia terpapar pada hal-hal negatif dia kemudian mencoba menerapkannya,” tuturnya.

Selain itu, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, menurutnya, membawa sejumlah perubahan pada perilaku kejahatan yang kini bisa dilakukan secara individual. Termasuk aksi klitih yang sebelumnya lebih banyak dilakukan secara berkelompok, saat ini aksi tersebut bisa dilakukan secara individual.

Untuk itu, ia mengimbau sejumlah pendekatan yang dapat dilakukan untuk mencegah remaja terlibat dalam aktivitas negatif seperti klitih, salah satunya dengan menciptakan lingkungan yang positif.

“Lingkungan positif harus dimaknai sebagai lingkungan yang memberi rasa aman bagi siswa untuk melakukan kegiatan sesuai dengan kodratnya sebagai manusia, juga dimaknai dengan adanya peran masyarakat yang terkecil dalam membangun kegiatan yang partisipatif,” ujar Rizal.

Kemudian, sekolah dan keluarga perlu membangun penalaran dan kesadaran anak, memperbanyak ruang refleksi dalam proses belajar dan mendorong anak untuk mengenali potensi, keunikan, serta emosinya.

Anak menurutnya perlu lebih banyak terlibat dalam kegiatan belajar yang berbasis masalah, di mana anak didorong untuk melakukan aktivitas yang positif bagi masyarakat.

“Anak tidak boleh teralienasi dari masyarakat. Belajar membangun rasa empati, dan sejak muda dia mengerti bahwa ilmu pengetahuan, keterampilan diri, dan kompetensi sosialnya bermanfaat bagi orang lain, dengan begitu anak tidak merasa sebagai useless generation,” tutup Rizal.

Editor: Puti Aini Yasmin

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut