Sadis! Dosen Sekaligus Notaris di Medan Bunuh Suami demi Klaim Asuransi Rp500 Juta
MEDAN, iNews.id – Seorang dosen sekaligus notaris di Kota Medan Dr Tiromsi Sitanggang (57) dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dia terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap suaminya, Rusman Maralen Situngkir.
Tuntutan ini disampaikan JPU dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Medan, Selasa (8/7/2025). Sidang tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim Ety Astuti dengan hakim anggota Lucas Sahabat Duha dan Denny Syahputra.
Dalam persidangan, Jaksa Emmy Khairani Siregar membacakan surat tuntutan yang menyebut terdakwa terbukti sah melakukan pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP.
“Terdakwa telah merencanakan pembunuhan korban yang juga suaminya sendiri demi mendapatkan klaim asuransi jiwa senilai Rp500 juta. Perbuatan terdakwa tergolong sadis dan tidak berperikemanusiaan,” ujar jaksa Emmy di ruang sidang utama, Selasa (8/7/2025).
Tak satu pun hal yang meringankan terdakwa. Sebaliknya, status sebagai akademisi dan notaris justru memperberat tuntutan karena dianggap menyalahgunakan kepercayaan publik.
“Terdakwa tidak menunjukkan penyesalan dan berupaya menghambat penyelidikan,” katanya.
Majelis hakim memberikan waktu bagi terdakwa dan tim kuasa hukum untuk menyampaikan pleidoi pada sidang lanjutan, Selasa pekan depan.
Dalam dakwaan, jaksa memaparkan bahwa konflik rumah tangga sudah terjadi sejak lama. Korban disebut kerap mendapat perlakuan buruk, seperti diberi makanan basi.
Pada 17 Februari 2024, Tiromsi mendaftarkan suaminya ke PT Prudential Life Assurance sebagai tertanggung asuransi jiwa tanpa sepengetahuannya, dengan nilai manfaat Rp500 juta.
Bahkan, anak mereka, Angel Surya Nauli Sitanggang, dilibatkan untuk mengambil foto korban memegang KTP sebagai syarat administratif.
Korban lalu diarahkan untuk menjalani pemeriksaan kesehatan di Laboratorium Prodia pada 23 Februari 2024. Semua demi mempercepat proses klaim asuransi jika korban meninggal.
Peristiwa berdarah itu terjadi pada Jumat, 22 Maret 2024 di rumah mereka di Jalan Gaperta, Medan Helvetia. Terdakwa diduga bekerja sama dengan seorang pria bernama Grippa Sihotang, yang kini berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang).
Saksi pekerja bangunan, Surya Bakti alias Ucok mendengar korban berteriak minta tolong dalam bahasa Batak. Saksi lainnya, Fanny Elisa Paramita Sitanggang, mengungkap bahwa diminta keluar rumah oleh terdakwa dengan alasan tidak masuk akal.
Saksi Memey, pemilik salon tetangga rumah korban, melihat Rusman sudah tergeletak tak sadarkan diri. Saat itu, terdakwa berdalih bahwa korban hanya pingsan.
Korban sempat dibawa ke RS Advent Medan, namun dinyatakan meninggal dunia pukul 12.00 WIB. Kepada rumah sakit, terdakwa mengaku korban kecelakaan lalu lintas di depan rumah.
Namun, keterangan ini tidak sejalan dengan temuan saksi keluarga, Anggiat dan Haposan Situngkir, yang menemukan luka mencurigakan pada tubuh korban dan tidak menemukan jejak kecelakaan.
Autopsi oleh RS Bhayangkara pada 27 April 2024 mengungkap korban meninggal karena mati lemas akibat benturan benda tumpul di kepala. Bercak darah korban juga ditemukan di dalam kamar.
Meski korban tewas 22 Maret, terdakwa baru mengajukan klaim asuransi pada 20 April 2024. Namun, dokumen penting seperti visum dan laporan polisi tidak dilampirkan.
Jaksa juga menyebut terdakwa mencoba mengintervensi proses hukum. Dia mendatangi dua saksi keluarga korban, Anggiat Situngkir dan Marasi Manihuruk, untuk mencabut laporan polisi.
“Tindakan terdakwa tidak hanya menghilangkan nyawa, tapi juga mencoba menghalangi proses peradilan. Ini menunjukkan sikap tidak kooperatif,” kata Jaksa Emmy.
Kini, nasib Tiromsi Sitanggang menunggu putusan majelis hakim. Jika terbukti bersalah, dia terancam hukuman mati karena membunuh suaminya.
Editor: Donald Karouw