Sambut Ramadan, Pemkot Semarang Siap Gelar Tradisi Dugderan
 
                 
                Seperti diketahui, sejarah prosesi Dugder sendiri dimulai sejak 1881 Masehi oleh Kanjeng Raden Mas Arya Adipati Purbaningrat sebagai Bupati Semarang waktu itu. Sementara pada Dugder tahun ini, Pemerintah Kota Semarang mengambil tema 'Simpul Penguatan Kemajemukan Budaya Menuju Pemulihan Ekonomi.'
Tema ini mengandung arti Kebangkitan perekonomian masyarakat Kota Semarang setelah pandemi covid berakhir. Jika pada tahun-tahun sebelumnya, dalam prosesi dugder terdapat drumband dalam kemeriahan karnaval, untuk tahun ini terbilang cukup berbeda.
Di mana terdapat beberapa pasukan di antaranya, yaitu pasukan bergada (kelompok atau grup prajurit) yang dikirimkan dari tiap-tiap perwakilan kecamatan di Kota Semarang sejumlah delapan orang. Setiap pasukan ini beranggotakan 40 personil yang dibagi menjadi empat kelompok pasukan Bergada.
Antara lain, yaitu Bergada Watang Ki Ageng Pandanaran, Bergada Pedang Temeng Surohadimenggolo, dan Bergada Badui Reksanegara, serta partisipasi seluruh ibu-ibu lurah se-Kota Semarang yang tergabung dalam pasukan Bergada Sorogeni Gandewo Suromenggolo sejumlah 40 orang.
Dalam pelaksanaan kirab budaya dugder tidak menggunakan kendaraan bermesin semuanya menggunakan transportasi tradisional dari Balaikota menuju Masjid Agung Semarang. Hal ini dimaksudkan selain untuk menjaga lingkungan, juga mengulang memori kolektif tradisi dugder yang pernah diselenggarkan pada masa Bupati Semarang di era Kanjeng Raden Mas Arya Adipati Purbaningrat, dengan menggunakan Kanjengan atribut Kadipaten Semarang pada 1881 M.
Prosesi Dugder tahun ini rencananya juga akan dihadiri oleh Wali Kota Solo dan Kepala Daerah di wilayah Kedungsepur. Di samping itu, juga akan dimeriahkan dengan pertunjukan Gatra Budaya Dugder, sebuah Drama Tari Dugder yang dikemas dengan durasi kurang lebih 10 menit berupa teatrikal yang menggambarkan bermacam-macam budaya yang ada di Kota Semarang.
Seperti diketahui, Kota Semarang terdiri dari berbagai etnis, yakni (Cina, Arab, dan Jawa) yang bisa hidup berdampingan di Kota Semarang. Kegiatan ini akan diikuti pasukan Prajurit bergada, sarageni, KNPI, Banser, Muhammadiyah, Remaja Masjid, DMI, Semawis, Sobokarti, Pesantren, Panji Nusantara, Permadani, Tosan Aji dan Ngesti Pandowo.
Editor: Rizqa Leony Putri