Santri dan Politik Bermartabat
Kehidupan santri sangat lekat dengan budaya Bathsul Masail, sebuah forum silaturahim untuk pembahasan dan pemecahan masalah-masalah Maudlu’iyah (tematik) dan Waqi’iyah (aktual) yang memerlukan kepastian hukum. Budaya literasi kaum santri ini senafas dengan budaya yang ada di dunia politik praktis yang memiliki tradisi literasi sejenis.
Karekteristik politik santri yang santun, ikhlas, dan jujur seyogianya menjiwai perilaku pemimpin dan politisi nasional khususnya mereka yang mengklaim sebagai insan agamis. Semangat sepi ing pamrih, rame ing gawe sebagaimana yang diteladankan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dalam kiprah perjuangan beliau merupakan solusi efektif untuk membawa situasi politik nasional keluar dari jeratan politik transaksional yang sangat berbiaya tinggi dan berpotensi menyengsarakan rakyat baik dalam jangka pendek maupun panjang.
Situasi high cost politics akan menjadikan situasi kepolitikan nasional semakin tidak sehat dan rapuh di tengah situasi persaingan global yang makin sengit dan ketat.
Santri dan Harapan Publik
Tantangan politik serius yang saat ini dihadapai bangsa ini adalah krisis akhlak akut. Situasi politik tidak sehat ini yang mewarnai kehidupan politik nasional terindikasikan melalui perilaku hypocrisy (hipokrit) dan short memory syndrome yang kerap menghinggapi politisi akan janji-janji politiknya, serta aksi politisasi identitas khususnya yang berkedok agama untuk tujuan kepentingan sesaat.
Dalam situasi demikian, politik santri dengan keteladanan perilaku akhlakul karimah nya menjadi tumpuan harapan publik untuk hadir menjawab semua tantangan ini. Harapan ini tentunya bukan sebatas bertujuan untuk merubah wajah dan karakter kepolitikan nasional agar menjadi lebih baik dan lebih sehat.