Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Kasus Covid-19 Naik Lagi di Indonesia, Anak-Anak Paling Rentan!
Advertisement . Scroll to see content

Satgas: Kerumunan Pemicu Klaster Baru

Jumat, 27 November 2020 - 19:50:00 WIB
Satgas: Kerumunan Pemicu Klaster Baru
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito. (Foto: BNPB)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Kegiatan masyarakat yang mengundang kerumunan terbukti berpotensi besar menimbulkan bahaya penularan covid-19. Bahkan kegiatan kerumunan tersebut melahirkan klaster-klaster baru di berbagai daerah. Hal ini menunjukkan bahaya penularan Covid-19 masih terjadi. 

"Berdasarkan data nasional, terdapat berbagai kegiatan kerumunan yang berdampak pada timbulnya klaster penularan covid-19 di berbagai daerah di Indonesia," ucap Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Bakti Adisasmito saat memberi keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19 di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (26/11/2020) yang ditayangkan Kanal YouTube Sekretariat Presiden. 

Perincian kasusnya, beberapa waktu lalu pada Sidang GPIB Sinode yang menghasilkan 24 kasus pada lima provinsi. Klaster ini berawal dari kegiatan agama yang dilakukan di Bogor, Jawa Barat dan diikuti 685 peserta. Kemudian berkembang dan menyebar ke provinsi lainnya yakni Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Nusa Tenggara Barat. 

Lalu, klaster kegiatan Bisnis Tanpa Riba menghasilkan 24 kasus di tujuh provinsi dan menimbulkan korban jiwa sebanyak tiga orang atau case fatality rate kasus ini mencapai 12,5 persen. Sama seperti klaster GPIB Sinode, klaster ini berawal dari kegiatan yang ada di Bogor yang diikuti 200 peserta. Kasusnya berkembang dan menyebar ke berbagai provinsi seperti Lampung, Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Papua. 

Di Lembang, Jawa Barat terdapat klaster Gereja Bethel. Kegiatannya melibatkan sekitar 200 peserta menghasilkan 226 kasus dengan infection rate mencapai 35 persen. Lalu, klaster Ijtima Ulama di Gowa, Sulawesi Selatan, dengan total peserta sekitar 8.761 orang menghasilkan 1.248 kasus pada 20 provinsi. Dan klaster Pondok Pesantren Temboro di Jawa Timur menimbulkan 193 kasus di enam provinsi dan lebih dari 14 kabupaten/kota dan satu negara lain. 

"Jadi tidak heran bahwa klaster tersebut terjadi karena adanya kerumunan di masyarakat. Dan masyarakat akan sulit menjaga jarak," kata Wiku.

Fenomena klaster kerumunan juga pernah terjadi saat kapal pesiar besar Diamond Princess, mengangkut 2000-4000 penumpang dan harus dikarantina di Jepang pada bulan Februari tahun 2020. Dan kondisi di dalamnya penuh sesak dan sulit menjaga jarak. Akibatnya, sebesar 17 persen dari 3.700 penumpang dan awak kapal terinfeksi Covid-19. 

Berbagai pengalaman ini, sesuai penelitian dari Ibrahim dan Memish tahun 2020 menyatakan kemungkinan ada hubungan dua arah antara kerumunan dan penyebaran penyakit menular.

"Dan ini penting untuk menjadi perhatian publik , bahwa kondisi kerumunan itu harus dihindari," ucap Wiku. 

Dampak dari adanya kerumunan berpeluang besar menjadi 3T yaitu testing (pemeriksaan), tracing (pelacakan), dan treatment (perawatan) yang harus dilakukan segera dan menyeluruh. Karena periode inkubasi antara terpapar virus dan gejala rata-rata hanya lima hari serta gejala dapat muncul dua hari kemudian. 

"Jika disimpulkan ada waktu sekitar tiga hari terhadap kontak erat itu dilacak. Dan diisolasi segera, sebelum terus melanjutkan penularan ke lingkar yang lebih luas lagi. Saya minta kesadaran dan kerja sama untuk tidak berkerumun. Karena apa yang kita semai, inilah yang akan kita tuai. Jangan gegabah dan egois," ucap Wiku. 

Editor: Rizal Bomantama

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut