Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Harta Kekayaan Bupati Bekasi Ade Kuswara, Punya 31 Tanah-Bangunan di Usia 32 Tahun!
Advertisement . Scroll to see content

Sebut KPK Tidak Cegah Korupsi, Pengacara Nilai OTT Romy Penjebakan

Senin, 06 Mei 2019 - 14:52:00 WIB
Sebut KPK Tidak Cegah Korupsi, Pengacara Nilai OTT Romy Penjebakan
Salah satu penasihat hukum mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy, Maqdir Ismail usai sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selata, Senin (6/5/2019). (Foto: iNews.id/Irfan Ma'ruf)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Salah satu penasihat hukum mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy, Maqdir Ismail menilai operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sesuai prosedur alias ilegal. Selain itu, penyidikan KPK tanpa surat perintah yang jelas.

Maqdir menyoroti surat perintah penyidikan (sprindik) dan surat perintah tugas yang memiliki perbedaan tanggal dalam melakukan penyadapan. Diduga ketika penyadapan dilakukan belum ada surat perintah.

"Kedatangan Haris Hasanudin (Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur) ke rumah Rommy 16 Februari 2019 membuktikan adanya penyadapan sebelum itu, berarti surat penyelidikan dan surat perintah tugas seharusnya dari tanggal itu," tutur Maqdir saat sidang perdana praperadilan Romahurmuziy, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta Selatan, Senin (6/5/2019).

Menurut Maqdir, dalam melakukan penyadapan sebelum adanya perintah membuktikan bahwa lembaga antirasuah itu telah melakukan hal semena-mena yang bersifat ilegal. Selain itu, penyelidikan terhadap kliennya dinilai tidak mempunyai dasar hukum.

"Berdasarkan Undang-Undang, KPK seharusnya menyadap dan merekam harus berdasarkan perintah penyidik yang berwewenang atau perintah ketua KPK, kalau tidak ada perintah berarti tidak ada dasarnya," ujar Maqdir.

Kemudian dalam ketentuan undang-undang tangkap tangan (baca: KUHAP) tidak boleh seperti yang dilakukan KPK. Mengingat, menurut ketentuan KUHAP kalau ada terjadi tangkap tangan harus segera diserahkan kepada penyidik, pembantu atau penyidik terdekat.

"Karena yang melakukan ini adalah penyelidik bukan penyidik, semestinya ketika mereka datang ke Polda Jawa Timur ini harus mereka serahkan kepada penyidik pembantu atau penyidik pada Polda tetapi ini tidak mereka lakukan ini," tuturnya.

Lebih lanjut, Maqdir mempertanyakan sikap KPK yang tidak jelas menentukan kepemilikan barang bukti saat OTT. Menurut dia barang bukti yang diamankan KPK belum tentu dimiliki Rommy.

"Berdasarkan barang penerimaan uang (saat OTT) telah diterbitkan perintah penyelidikan dan surat perintah tugas, namun berdasarkan penerimaan barang uang tidak diketahui itu barang siapa dan untuk siapa," ucapnya.

Pencegahan KPK Nihil=Entrapment

Maqdir juga menyoroti upaya pencegahan yang tidak pernah dilakukan KPK. Jika KPK mengetahui ada orang akan menyerahkan uang atau memberikan uang kepada orang lain, sesuai ketentuan undang-undang KPK mempunyai fungsi pencegahan, sehingga bisa mencegah terjadinya perbuatan pidana.

"Jangan sampai kalau dalam perkara pembunuhan misalnya orang dibunuh dulu baru dilakukan pencegahan. Nah ini bagi kami tidak dilakukan pencegahan ini sama dengan entrapment, sama dengan orang dibiarkan melakukan kejahatan kemudian ditangkap," jelasnya.

Tersangka kasus dugaan suap pengisian jabatan di Kementerian Agama, Muhammad Romahurmuziy atau Romy. (Foto: iNews.id/Ilma de Sabrini)

Hal lainnya, masih menurut Maqdir, adalah terkait gratifikasi. Menurut dia, seharusnya seseorang diberi kesempatan untuk melapor kepada KPK. Alasannya, undang-undang menentukan KPK berkewajiban menerima laporan seseorang. Namun, faktanya seseorang tersebut tertangkap tangan.

"Mereka (KPK) dalam banyak hal tidak akan menerima laporan kalau ada orang menerima gratifikasi. Itulah kira-kira satu apa ya ringkasan dari permohonan yang disampaikan tadi," jelasnya.

Untuk itu, Maqdir menilai penangkapan yang dilakukan KPK pada kliennya tidak berdasarkan hukum. "Dengan demikian perkara yang berkaitan dengan pemohon (Rommy) tidak berlandaskan hukum, justru malah melanggar hukum. maka dari itu perkara yang diusut harus dibatalkan," ujar Maqdir.

Editor: Djibril Muhammad

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut