Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Fadli Zon Pastikan Tak Ada Intervensi dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia
Advertisement . Scroll to see content

Sejarah dan Dampak dari Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Jumat, 08 Desember 2023 - 12:49:00 WIB
Sejarah dan Dampak dari Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Sejarah dan dampak dari isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959perlu diketahui (Foto: Antara)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Sejarah dan dampak dari isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 secara ringkas perlu diketahui.  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dekret atau dekrit adalah keputusan (ketetapan) atau perintah yang dikeluarkan oleh kepala negara, pengadilan, dan sebagainya. 

Dekrit presiden biasanya bersifat sementara dan tidak memerlukan persetujuan dari lembaga lain. Dekrit presiden juga dapat mengubah atau meniadakan hukum yang berlaku sebelumnya. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 merupakan dekrit pertama dalam sejarah Republik Indonesia.

Keputusan Presiden tanggal 5 Juli 1959 menjadi momen penting dalam sejarah bangsa Indonesia khususnya di bidang politik dan pemerintahan. Dekrit ini dikeluarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959. Berikut ini adalah isi dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959 : 

Keputusan untuk membubarkan Konstituante.

Mengembalikan UUD 1945 menjadi UUD Indonesia dan UUDS 1950 tidak berlaku lagi.

Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang terdiri atas anggota DPR serta delegasi dan golongan.

Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Sejarah Dekrit Presiden

Dekrit Presiden dilatarbelakangi oleh kegagalan Konstituante menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) baru sebagai pengganti Undang-Undang Dasar Sementara (UUD) 1950. 

Konstituante adalah dewan perwakilan yang dibentuk pada tahun 1956 dan bertugas menyusun konstitusi baru  Republik Indonesia. UUD 1950 sendiri digunakan sejak tahun 1950 setelah bubarnya Negara Republik Indonesia Serikat (RIS), awalnya digunakan karena pengakuan kedaulatan  Belanda pada tahun 1949. 

Sejak berdirinya setelah UUD 1955 pada saat pemilihan umum (Pemilu), Majelis Konstituante mulai mengadakan sidang pada tanggal 10 November 1956 untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang sekarang dikenal dengan UUDS 1950. Namun, baru pada tahun 1958, Majelis Konstituante gagal memenuhi amanatnya. 

Menyadari hal tersebut, Presiden Soekarno menyampaikan amanatnya kepada Konstituante pada tanggal 22 April 1959. Isi pesannya adalah Soekarno mengusulkan untuk kembali ke UUD 1945

30 April Pada bulan Mei 1959, para wakil Majelis Nasional melakukan pemungutan suara. Hasilnya, terdapat 269 suara mendukung pemulihan UUD 1945 dan 199 suara lainnya tidak setuju. Meskipun terdapat banyak suara  setuju, namun pemungutan suara dilakukan kembali  karena  suara tidak mencapai kuorum (jumlah minimum anggota yang harus hadir dalam rapat, sidang, dan sebagainya). 

Voting kedua dilaksanakan pada 1 dan 2 Juni 1959, yang kembali berujung pada kegagalan. 

Konstituante pun dianggap tidak berhasil menjalankan tugasnya, sehingga Presiden Soekarno memutuskan untuk mengeluarkan dekrit presiden. Usulan Presiden Soekarno untuk kembali ke UUD 1945 sempat mengalami pro dan kontra, ada pihak yang mendukung ada pula yang tidak.


 
Dampak 

Pembuatan Dekrit Presiden memberikan dampak yang cukup besar terhadap perubahan sistem ketatanegaraan dan peta politik Indonesia. Terdapat dampak positif dan dampak negatif, yaitu : 

Dampak Positif : Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik yang berkepanjangan. Memberikan pedoman yang jelas, khususnya UUD 1945 tentang kelangsungan negara. Memelopori pembentukan lembaga tertinggi negara yaitu MPRS dan lembaga tertinggi negara berbentuk DPAS yang pembentukannya sempat tertunda pada masa demokrasi parlementer.

Dampak Negatif : UUD 1945 belum diterapkan secara jelas dan konsisten. UUD 45 yang seharusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan, kini hanya menjadi slogan belaka. Memberikan kekuasaan yang luas kepada Presiden, MPR dan lembaga-lembaga tinggi negara. 

Hal ini terlihat pada masa Demokrasi Terpimpin dan berlanjut hingga Orde Baru. Memberikan kesempatan kepada personel militer untuk berpartisipasi secara politik. Sejak Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.

Editor: Muhammad Fida Ul Haq

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut