Sejarah Lomba 17 Agustus, Nomor 3 Awalnya Bentuk Protes kepada Penjajah Belanda
Balap karung merupakan permainan yang selalu dilombakan pada perayaan 17 Agustus. Di balik itu, terdapat sejarah balap karung yang menarik untuk diketahui.
Melansir laman dinaskebudayaan.jakarta.go.id, permainan balap karung sudah ada sejak zaman Belanda. Saat itu, balap karung dimainkan oleh kalangan anak berusia 6-12 tahun, hingga akhirnya orang dewasa pun turut serta dalam permainan balap karung.
Namun ada pendapat lain yang mengatakan balap karung berasal dari rasa kesal masyarakat Indonesia pada masa penjajahan yang tidak mampu membeli pakaian. Saat itu, terdapat orang yang harus menggunakan karung sebagai penutup tubuh.
Mereka yang menggunakan karung memutuskan untuk menginjak bagian bawah karung dan berjalan melompat. Meski awalnya dilihat sebagai bentuk protes, kegiatan ini kemudian menjadi bentuk permainan.
Dalam lomba balap karung 17 Agustus, para peserta, baik anak-anak maupun orang dewasa masuk ke dalam karung dan memegang bagian ujung atas karung. Setelah itu, mereka melompat-lompat agar dapat mencapai garis finish.
Tak sekadar perlombaan 17 Agustus, lomba makan kerupuk mengandung sejarah terkait kondisi hidup masyarakat Indonesia pada suatu masa. Di era 1930-1940, kerupuk menjadi makanan andalan masyarakat.
Kerupuk juga identik dengan makanan rakyat kecil di masa perang supaya dapat bertahan hidup. Selanjutnya, ketika krisis ekonomi yang dibarengi dengan naiknya harga kebutuhan pokok, membuat kerupuk menjadi lauk pendamping. Kerupuk dipilih karena harganya yang cenderung terjangkau.
Pada 1950-an, muncul beragam lomba untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia. Makan kerupuk menjadi salah satu yang dilombakan.
Peserta lomba harus dapat menghabiskan kerupuk yang diikat tali dan digantungkan di atas kepala. Perlombaan makan kerupuk ini mengajak masyarakat Indonesia untuk mengenang perjuangan pahlawan serta rakyat di masa penjajahan yang berada dalam kondisi sulit.
Editor: Rizal Bomantama