Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Gugatan Praperadilan terkait Eksekusi Silfester Matutina Ditolak PN Jaksel
Advertisement . Scroll to see content

Sesat Pikir Sumpah Pocong Saka Tatal

Senin, 12 Agustus 2024 - 14:15:00 WIB
Sesat Pikir Sumpah Pocong Saka Tatal
Slamet Yuono (Foto: Dok Pribadi)
Advertisement . Scroll to see content

Slamet Yuono, SH, MH.
Partner Kantor Hukum Sembilan Sembilan & Rekan

BEBERAPA bulan belakangan perhatian kita tertuju pada kasus pembunuhan Vina di Cirebon yang terjadi pada 2016. Perkara pembunuhan ini kembali mencuat setelah tayangnya film 'Vina: sebelum 7 hari' yang mendapat respons dan simpati dari masyarakat.

Kemudian dari sini berembuslah dugaan terjadinya salah tangkap dan salah menghukum terhadap beberapa orang tersangka yang saat ini telah menyandang status sebagai terpidana. Satu orang sempat ditetapkan sebagai tersangka, Pegi Setiawan, tetapi kemudian status itu dibatalkan oleh Hakim Praperadilan sebagaimana Putusan Praperadilan Nomor 10/Pid.Pra/2024/PN.Bdg tanggal 8 Juli 2024. 

Setelah praperadilan Pegi Setiawan dikabulkan, kemudian salah satu terpidana dalam kasus pembunuhan Vina dan Eki yaitu Saka Tatal mengajukan permohonan Peninjuan Kembali (PK) atas putusan Pengadilan Negeri Cirebon. Permohonan PK ini menurut kami adalah upaya hukum yang lazim dan wajar ditempuh oleh terpidana jika memang ada dasar dan alasan untuk mengajukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 Ayat (2) KUHAP.

Setelah mengajukan permohonan PK, ternyata Saka Tatal melakukan hal yang tidak lazim dalam praktik peradilan pidana di Indonesia yaitu pelaksanaan Sumpah Pocong yang dilakukan oleh yang bersangkutan pada Jumat 9 Agustus 2024, bertempat di salah satu Padepokan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. 

Farhat Abbas, selaku pengacara Saka Tatal, kepada media menyatakan “Saka tidak takut melakukan sumpah pocong untuk membuktikan bahwa dia tidak bersalah”. 

Menanggapi riuhnya pemberitaan mengenai sumpah pocong yang dilakukan Saka Tatal, kami mencoba memberikan pendapat untuk menanggapi tindakan yang dilakukan yang bersangkutan. Hal ini bertujuan agar masyarakat tidak mengalami sesat pikir dan menjustifikasi tindakan yang dilakukan untuk membuktikan bahwa yang bersangkutan tidak bersalah. 

Saka Tatal berdasarkan putusan PN Cirebon Nomor: 16/Pid-Sus-Anak/2016/PN CBN telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana bersama-sama melakukan pembunuhan berencana, di mana putusan a quo telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Putusan a quo hanya bisa dibatalkan oleh Mahkamah Agung melalui Majelis Hakim Peninjauan Kembali. Hal ini bisa terjadi jika Majelis Hakim Peninjauan Kembali mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh Terpidana Saka Tatal.

Sumpah Pocong dalam Hukum Acara Pidana

Sumpah Pocong tidak dikenal dalam Sistem Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana di Indonesia. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 184 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) Pasal 184 Ayat (1) yang menegaskan: Alat bukti yang sah ialah: 

a. keterangan saksi; 
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.

Sumpah yang dikenal dalam KUHAP adalah sumpah atau janji yang diucapkan oleh Saksi (Pasal 160 ayat 3) dan Ahli (Pasal 179 Ayat 2), di mana saksi atau ahli wajib mengucapkan sumpah atau janji terlebih dahulu sebelum memberikan keterangan di depan persidangan.

Sumpah pocong lebih pada tradisi dan kebiasaan yang hidup di masyarakat. Namun jika diperhatikan dari esensi isi sumpahnya maka sumpah pocong bisa disamakan dengan Mubahalah yang berarti Sumpah yang isinya saling mengutuk atau siap menerima kutukan dari Allah SWT apabila menyampaikan hal yang tidak benar. Dasar hukum mengenai Mubahalah sebagaimana dimaksud dalam Al Qur’an Surat Al Imran Ayat 61. Allah SWT berfirman: "Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu, katakanlah (Muhammad), Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istrimu, kami sendiri dan kamu juga, kemudian marilah kita bermubahalah agar laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta."

Walaupun tidak dikenal dalam sistem hukum pidana Indonesia, tetapi praktik sumpah pocong atau Mubahalah pernah dilakukan terdakwa. Saat masih menjadi tersangka dia telah melakukan sumpah pocong dua kali untuk membantah tuduh yang ditujukan kepadanya. Tetapi sumpah pocong tersebut akhirnya kandas dan oleh Pengadilan Negeri Palembang terdakwa diganjar hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

Pertimbangan Majelis Hakim menolak bukti sumpah pocong atau Mubahalah yang dilakukan oleh terdakwa dapat dilihat dalam putusan No. 564/Pid.Sus/2023/PN Plg Tanggal 10 Oktober 2023 pada halaman 22-23, yakni: “Menimbang, bahwa berkaitan dengan sumpah Mubahalah yang telah dilakukan oleh Terdakwa, untuk meyakinkan bahwa Terdakwa tidak melakukan perbuatan cabul yang dituduhkan kepadanya, menurut Majelis Hakim hal tersebut berkaitan dengan ajaran agama yang diyakini oleh Terdakwa dan tidak dapat dijadikan pertimbangan untuk membebaskan terdakwa dari dakwaan penuntut umum tersebut”.

Sumpah Pocong dalam Hukum Perdata di Indonesia

Jika ditinjau dari hukum perdata maka sumpah pocong bisa dikaitkan dengan 'sumpah' yang merupakan salah satu alat bukti yang diakui dalam perkara perdata. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1866 KUH Perdata Jo. 164 yang menegaskan, alat pembuktian meliputi:

1. bukti tertulis;
2. bukti saksi;
3. persangkaan;
4. pengakuan;
5. sumpah.

Alat bukti Sumpah dalam Pasal 1866 KUHPerdata Jo. 164 HIR dimaksud bisa berbentuk:

1. Sumpah Pemutus/decisoir eed yang merupakan sumpah yang diperintahkan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain untuk pemutusan suatu perkara (1929 KUHPerdata).

2. Sumpah Tambahan/suppletoir eed yang merupakan sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatan kepada salah satu pihak. 

Dalam praktik peradilan perdata, sumpah pemutus/decisoir eed bisa berbentuk sumpah pocong. Hal ini sebagaiamana terjadi dalam menyelesaikan sengketa harta bersama dalam kasus cerai talak No. 1252/Pdt.G/1996/PS.Lmj di Pengadilan Agama Lumajang. Pihak termohon pada akhirnya mengajukan permohonan agar pihak pemohon mengucapkan sumpah pemutus. 

Majelis hakim dalam putusan sela mengabulkan permohonan termohon terkait sumpah pemutus. Uniknya pelaksanaan sumpah tidak dilakukan di Pengadilan Agama, melainkan di Masjid Agung Lumajang dengan menggunakan model sumpah pocong. (Rifqi Kurnia Wazzan dalam De Jure: Jurnal Hukum dan Syariah, “Legaliitas Sumpah Pocong sebagai Alat Bukti di Pengadilan Agama", Vol. 10, No. 1 2018, Halaman  23).

Selanjutnya Sumpah Tambahan/suppletoir eed juga bisa berbentuk sumpah pocong. Hal ini sebagaimana disampaikan Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan (Sinar Grafika, cetakan ketiga, tahun 2021). Pada halaman 835 s/d 836 dijelaskan, “Salah satu contoh pelaksanaan sumpah pocong terjadi pada tanggal 26 Oktober 1977 di Masjid Paku Alaman Yogyakarta, dalam kasus perkara utang piutang antara Lie Jong Sing dengan Noor Maria dan HM Juchron, dalam Perkara No. 36/1976/Pdt/G/YK tersebut. Tergugat Noor Maria mengucapkan sumpah tambahan (suppletoir eed) yang berisi lafal bahwa utang tersebut menggunakan jaminan berupa barang perhiasan emas dan berlian seharga Rp11.500.000."

Sumpah Pocong Saka Tatal adalah Sumpah yang Sia-sia dalam Hukum Pidana di Indonesia

Dari penjelasan sebagaimana disampaikan di atas, sangat jelas dan tegas, dalam hukum acara pidana dan praktik hukum pidana di Indonesia tidak dikenal sumpah pocong. Jika tersangka atau terdakwa melakukan sumpah pocong pun tidak akan dipertimbangkan oleh Majelis Hakim karena majelis hakim tentunya bersandar pada proses pembuktian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP. 

Sebaliknya, dalam hukum perdata di Indonesia sumpah pocong merupakan salah satu bentuk dari alat bukti sumpah yang tentunya pelaksanaanya harus memenuhi tata cara sebagaimana diatur dalam Pasal 1944 KUHPerdata Jo. 158 Ayat (1) HIR, di mana salah satu tata caranya adalah Ketua PN atau Majelis yang memeriksa perkara memberi kuasa kepada salah seorang hakim anggota untuk melaksanakan pengambilan sumpah. 

Dengan demikian, kami berpendapat sumpah pocong yang dilakukan oleh Saka Tatal merupakan tindakan yang sia-sia dengan alasan antara lain:

1. Sumpah pocong tidak diakui sebagai alat bukti yang sah dalam hukum pidana di Indonesia.

2. Tindakan yang dilakukan tidak akan mengubah statusnya sebagai seorang yang bersalah karena telah melakukan pembunuhan berencana (terpidana) di mana status ini hanya bisa dibatalkan oleh Mahkamah Agung jika Majelis Hakim Peninjauan Kembali mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh Terpidana Saka Tatal. 

3. Pelaksanaanya juga dilakukan setelah upaya hukum luar biasa (Peninjauan Kembali) diajukan. 

4. Tata cara pelaksanaannya juga menyimpang dari aturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1944 KUHPerdata Jo. 158 Ayat (1) HIR.

Demikian pendapat kami menanggapi tindakan sumpah pocong yang telah dilakukan Saka Tatal beberapa waktu lalu. Akhir kata, apa yang kita lakukan di dunia ini akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Ketika terjadi sesat pikir di masyarakat karena pendapat dan tindakan kita, maka hal tersebut akan dimintakan pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.

Editor: Anton Suhartono

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut