Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : SETARA-Gusdurian Beri Masukan soal Reformasi Polri, Soroti Kebebasan Beragama Minoritas
Advertisement . Scroll to see content

SETARA Institute Sebut Hasil Ijtima Ulama III Produk Gerakan Politik

Jumat, 03 Mei 2019 - 10:30:00 WIB
SETARA Institute Sebut Hasil Ijtima Ulama III Produk Gerakan Politik
Ketua SETARA Institute Hendardi (kiri). (Foto: Okezone)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Ijtima Ulama III menelurkan lima rekomendasi terkait pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yang digelar bersamaan dengan pemilihan legislatif (pileg). Bagi SETARA Institute, hasil itu merupakan kesepakatan sejumlah elite politik.

Ketua SETARA Institute Hendardi mengatakan, kesepakatan tersebut hanya mempertegas praktik politisasi agama yang dilakukan sejumlah elite. Seperti, penggunaan argumen amar ma’ruf nahi munkar, penegakan hukum dengan cara syar’i sebagai cara membakar emosi umat.

"Sudah cukup bukti bahwa politisasi agama dan membakar emosi umat telah membuka jarak antarwarga dan memperkuat segregasi sosial di antara kita. Ini waktunya kita kembali menyatu dalam wadah Indonesia," katanya di Jakarta, Jumat (3/5/2019).

Hendardi menambahkan, pendapat sekumpulan elite politik yang mengatasnamakan ulama Indonesia, yang bertujuan politik praktis, jauh dari semangat memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan dan kenegaraan. Lima butir yang merupakan produk Ijtima Ulama III itu, bukanlah produk hukum, melainkan produk kerja politik, sehingga tidak perlu dipatuhi siapa pun.

Keputusan tesebut, dia menjelaskan, lebih merupakan ekspresi dari kelompok masyarakat. Selain itu juga merupakan bagian dari kritik terhadap penyelenggaraan Pemilu 2019, yang secara umum telah dilaksanakan dengan prinsip keadilan Pemilu.

"Jika pun terdapat berbagai kekurangan, pelanggaran, dan kekecewaan, maka semua itu diselasiakan melalui mekanisme demokratik yang tersedia," ujarnya.

Hendardi mengungkapkan, keputusan Ijtima Ulama III yang semakin kehilangan legitimasinya itu, lebih menyerupai provokasi elite kepada publik untuk melakukan perlawanan dan mendelegitimasi kinerja penyelenggara Pemilu. Sekali pun kebebasan berpendapat dan berkumpul dijamin UUD Negara 1945, akan tetapi,

"jika keputusan itu memandu gerakan-gerakan nyata melakukan perlawanan atas produk kerja demokrasi melalui jalur-jalur melawan hukum, termasuk menggagalkan proses Pemilu, maka aparat keamanan dapat mengambil tindakan hukum," tuturnya.

Dari lima butir keputusan Ijtima Ulama III, menurut dia, terlihat inkonsistensi keputusan yang satu dengan lainnya. Satu sisi mendorong BPN Prabowo-Sandi menempuh jalur legal-konstitusional, tetapi di sisi lain tanpa mau repot beracara di Mahkamah Konstitusi,

"Ijtima ini meminta pasangan Jokow-Maruf didiskualifikasi dari proses kontestasi," ujar Hendardi.

Editor: Djibril Muhammad

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut