Soal Gugatan PT 20 Persen ke MK, Demokrat: Kami Mendukung
 
                 
                JAKARTA, iNews.id – Sejumlah kalangan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas suara bagi partai politik agar bisa mencalonkan presiden (presidential threshold atau PT). Partai Demokrat menilai apa yang dilakukan pegiat demokrasi tersebut sudah tepat dan benar.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat, Hinca Panjaitan mengatakan, sejak awal parpolnya menghendaki PT sebesar 0 persen. Alasannya, pembatasan PT saat ini tidak sesuai dengan konstitusi.
 
                                “Jadi, kalau ada masyarakat dan tokoh melakukan uji materi terhadap ambang batas (20 persen) itu ke MK, tentu sudah tepat dan benar. Partai Demokrat mendukungnya,” kata Hinca kepada iNews.id di Jakarta, Rabu (20/6/2018).
Dia mengatakan, jika terdapat pelanggaran terhadap konstitusi pada suatu undang-undang, satu-satunya jalan hukum untuk menggugatnya memang harus ke MK. Menurut Hinca, jika uji materi tersebut dikabulkan oleh MK, dampaknya tidak hanya membuat penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 menjadi konstitusional. Tetapi juga akan melahirkan peluang yang lebih banyak bagi anak bangsa untuk berkompetisi.
“Negara demokrasi sejatinya memberikan ruang kontestasi yang terbuka, bukan tersandera oleh ambang batas 20 persen itu,” ujarnya.
Hinca menuturkan, jika uji materi itu dikabulkan MK, tidak menutup kemungkinan Partai Demokrat akan memajukan kadernya di Pilpres 2019 sebagai calon orang nomor satu di Indonesia. Saat ini, salah satunya nama yang sudah dipersiapkan sejak lama adalah putra sulung Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
“Sebagai partai politik, Partai Demokrat menyiapkan kaderisasi secara berkesinambungan dan terus-menerus. AHY adalah salah satu yang disiapkan untuk memimpin di masa depan,” tuturnya.
Sebelumnya, ketentuan mengenai ambang batas pencalonan presiden dalam Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para pemohon uji materi (judicial review) itu terdiri atas sejumlah tokoh masyarakat dan akademisi.
Editor: Ahmad Islamy Jamil