Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Breaking News: Kejagung Tetapkan Jaksa Kena OTT KPK Tersangka Pemerasan WNA
Advertisement . Scroll to see content

Soal Hukuman Mati bagi Koruptor, Saut: Itu Cerita Lama

Selasa, 10 Desember 2019 - 21:00:00 WIB
Soal Hukuman Mati bagi Koruptor, Saut: Itu Cerita Lama
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang. (Foto: ANTARA)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menilai rencana penerapan hukuman mati bagi pelaku korupsi hanya cerita usang. Dia pun mengaku tidak begitu tertarik untuk membahas topik itu.

“Ya sebenarnya itu cerita lama ya yang selalu ada di Pasal 2 (UU Tipikor). Tetapi di Pasal 2 itu kan dengan keadaan tertentu, yaitu kerugian negara, perekonomian negara yang sedang chaos dan kemudian pengulangan gitu,” kata Saut di Gedung Pusat Edukasi Anti Korupsi KPK, Jakarta, Selasa (10/12/2019).

Adapun Pasal 2 yang dimaksud tersebut adalah Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor menyebutkan “(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonornian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar”.

Sementara, ayat selanjutnya menyatakan, “(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan”.

Dalam penjelasan UU tersebut, yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini yakni pemberatan bagi pelaku korupsi jika tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Kondisi lain yang dimaksud yakni pada waktu terjadi bencana alam nasional, atau; sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau; pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

“Jadi, kalau mau, sebenarnya saya tidak terlalu tertarik bahas itu. Saya malah lebih tertarik bagaimana caranya kalau ada supir truk nyogok supir forklift di pelabuhan juga diambil gitu loh. Itu kan bukan kewenangan KPK? Iya, makanya Undang-Undang KPK-nya diganti dengan yang lebih baik, kemudian Undang-Undang Tipikor-nya diganti,” ujar Saut.

Menurut dia, bukan soal besar kecilnya uang yang dikorupsi maupun penerapan hukuman mati. Akan tetapi, ini lebih bagaimana penegak hukum itu bisa membawa orang-orang yang melakukan korupsi tersebut ke pengadilan dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

“Korupsi tidak besar kecil, tidak soal bunuh membunuh atau hukuman mati tetapi bagaimana kita bisa membawa setiap orang yang bertanggungjawab besar atau kecil ke depan pengadilan. Makanya saya bilang, jangan terlalu main di retorika-retorika, main lah yang membuat Indonesia lebih sustain berubah secara substantif,” tuturnya.

Dia lantas mencontohkan negara-negara yang mempunyai skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tinggi sudah mulai mengajarkan untuk pencegahan korupsi sejak dini.

“Jadi, saya tidak terlalu tertarik kalau bicara hukuman mati, denda sekian karena kalau dari sisi pencegahan negara-negara besar mulai mendidik rakyat, yang di atas persepsi korupsi 85 itu mereka mulai bahkan mendidik anaknya kalau ketemu dompet cari alamatnya antar ke rumahnya. sesederhana itu,” kata Saut.

Diketahui sebelumnya, Presiden Jokowi seusai acara Pentas #PrestasiTanpaKorupsi di SMK 57 Jakarta mengatakan bahwa terbuka kemungkinan penerapan hukuman mati bagi korupsi bila masyarakat menghendakinya.

Editor: Ahmad Islamy Jamil

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut