Sosok RM Soedarsono, Arsitek Monas yang Tak Pernah Sekolah Arsitektur
Saat Monas mulai dibangun pada Agustus 1959, dia tergabung dalam tim arsitek yang bersama Frederich Silaban, dan Rooseno selaku konsultan.
Gagasan awal pembangunan Monas muncul setelah sembilan tahun kemerdekaan diproklamasikan. Beberapa hari setelah peringatah HUT ke-9 RI, Panitia Tugu Nasional yang bertugas mengusahakan berdirinya Tugu Monas dibentuk.
Panitia ini dipimpin Sarwoko Martokusumo, S Suhud selaku penulis, Sumali Prawirosudirdjo selaku bendahara dan dibantu oleh empat orang anggota masing-masing Supeno, K K Wiloto, E F Wenas, dan Sudiro.
Panitia pembangunan Monas dinamakan Tim Yuri yang diketuai Presiden Soekarno. Tim menggelar sayembara pada 17 Februari 1955 dan 10 Mei 1960.
Selama itu pula, tidak ada rancangan yang memenuhi seluruh kriteria panitia. Akhirnya, ketua Tim Yuri menunjuk beberapa arsitek ternama yaitu Soedarsono dan Frederich Silaban untuk menggambar rencana Tugu Monas.
Kedua arsitek itu sepakat membuat gambarnya sendiri-sendiri yang selanjutnya diajukan kepada Bung Karno yang kemudian memilih gambar karya Soedarsono. Dalam rancangannya, Soedarsono mengemukakan landasan pemikiran yang mengakomodasi keinginan panitia meliputi kriteria nasional.
Soedarsono mengambil beberapa unsur saat Proklamasi Kemerdekaan RI. Revolusi nasional diterapkan pada dimensi arsitekturnya, yaitu 17, 8 dan 45 sebagai angka keramat Hari Proklamasi.
Bentuk tugu yang menjulang tinggi mengandung falsafah “Lingga dan Yoni” yang menyerupai “Alu” sebagai “Lingga” dan bentuk wadah atau cawan berupa ruangan menyerupai “Lumpang” sebagai “Yoni”.