Terganjal Tatib, GKR Hemas dan Puteh Terancam Tak Bisa Calonkan Pimpinan DPD
JAKARTA, iNews.id – Terbitnya tata tertib (Tatib) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang baru berdampak terhadap perebutan kursi pimpinan lembaga ini. Ada sejumlah aturan yang dapat menjegal sejumlah anggota DPD terpilih untuk mencalonkan diri sebagai pimpinan, antara lain GKR Hemas dan mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh.
Pencalonan pimpinan DPD diatur dalam Pasal 55 ayat (1) Tatib DPD. Dalam poin b disebutkan sejumlah syarat, di antaranya calon pimpinan DPD tidak dalam berstatus sebagai tersangka. Selain itu, tidak pernah melakukan pelanggaran tata tertib dan kode etik yang ditetapkan dengan keputusan Badan Kehormatan (BK) DPD.
Tatib itu akan mengganjal pencalonan Abdullah Puteh dan GKR Hemas. Abdullah Puteh terganjal aturan itu karena berstatus terdakwa dalam kasus penipuan terhadap seorang investor, Herry Laksmono. Puteh bahkan telah divonis 1,5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Sedangkan Ratu Kesultanan Yogyakarta GKR Hemas terganjal oleh status pemecatan yang pernah dijatuhkan BK. Pemberhentian tetap terhadap Hemas diumumkan dalam Sidang Paripurna DPD pada 29 Maret lalu. Hemas dinilai membolos dalam Sidang Paripurna DPD maupun kegiatan lainnya.
Anggota DPD Muhammad Asri Anas menyebut tatib tersebut cacat hukum. Tatib itu sengaja dibuat untuk menjegal Hemas. Padahal, selama ini tidak pernah ada larangan bagi senator untuk mencalonkan sebagai pimpinan DPD.
”Semua senator mempunyai hak yang sama. Ini jelas-jelas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar," kata senator asal Sumatera Barat itu, Jumat (20/9/2019).
Anggota DPD dari Yogyakarta Afnan Hadikusumo menilai bahwa tatib DPD belum disahkan. Sebab, pengesahan dalam rapat paripurna di lembaga politik selalu ditanyakan terlebih dulu kepada anggota. Setelah itu baru di ketuk palu. Kemudian dibacakan hasil keputusannya. "'Ini sama sekali tidak melalui prosedur," kata dia.
Sementara itu Ketua BK DPD Mervin S Komber menepis adanya aturan dan pasal dalam tatib baru DPD yang bertujuan menjegal orang tertentu untuk maju sebagai bakal calon pimpinan. Menurutnya, masuknya sejumlah pasal dalam Tatib baru didasari oleh kode etik DPD.
Mervin mengatakan, orang yang sudah dipecat BK memang tidak layak menjadi pimpinan DPD. "Wajar aturan itu ada. Masa yang sudah dapat sanksi BK, mau jadi pimpinan lagi. Buat apa putusan BK kalau tidak dipatuhi?" ucap dia.
Senator asal Papua itu menjelaskan, sejumlah pasal dalam tatib baru DPD dibahas sesuai mekanisme dan aturan perundang-undangan yang sah. Bahkan, kata dia, tatib yang disahkan dalam rapat paripurna DPD, Rabu (18/9) lalu, dibahas anggota DPD yang kembali terpilih pada periode 2019-2024.
Editor: Zen Teguh