Tragedi Kanjuruhan, PBNU: Mengapa Sepak Bola yang Menyenangkan Jadi Mengerikan?
JAKARTA, iNews.id - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyesalkan tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur (Jatim). Sepak bola yang seharusnya menjadi olahraga yang menyenangkan, berubah menjadi mengerikan.
"Kita harus muhasabah, mengapa sepakbola yang seharusnya menyenangkan kok menjadi mengerikan?," kata Ketua PBNU Kiai Ahmad Fahrur Rozi, Minggu (2/10/202).
Pria yang kerap disapa Gus Fahrur ini menilai budaya menonton sepak bola di stadion, sebagai hal yang harus dikaji ulang. Baginya, jika terus mengakibatkan peristiwa tragis seperti ini, menonton bola hanya membawa mudharat bagi siapapun.
"Masyarakat pecinta bola perlu berfikir lebih rasional dan dipertimbangkan pagi apa Maslahah dan Mafsadah menonton bola di stadion? Apakah masih perlu sampai mengorbankan nyawa, belum lagi meninggalkan kewajiban shalat bagi muslim. Mungkin lebih baik menonton di televisi saja," kata Gus Fahrur.
Ihwal penggunaan gas air mata yang diduga menyebabkan ratusan jiwa melayang tersebut, Gus Fahrur pun meminta dievaluasi secara menyeluruh. Ia berharap semua pihak yang bersalah harus ditindak dan dihukum.
"Perlu di evaluasi apakah penanganan represif pihak keamanan dan penggunaan gas airmata sudah sesuai standar protap keamanan di stadion?," kata Gus Fahrur.
Diketahui, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, data terbaru yang diterima tercatat ada 125 korban tewas saat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Sebelumnya, memang diinformasikan ada 129 orang.
"Tadi hasil verifikasi terakhir, data dari dinkes terkonfirmasi terverifikasi yang meninggal dari awal diinformasikan 129, saat ini data terakhir hasil pengecekan dan verifikasi jumlahnya 125 karena ada yang tercatat ganda," ujarnya Kapolri saat jumpa pers di Stadion Kanjuruhan, Minggu (2/10/2022).
Kapolri menegaskan, Tim DVI sudah bekerja, salah satunya dengan memastikan identitas korban meninggal. Begitu juga dengan jajaran Polri lainnya seperti Bareskim, Propam, DVI, inafis, dan Puslabfor.
Editor: Nur Ichsan Yuniarto