Waduh! Oknum Dokter di Lampung Diduga Minta Uang Rp8 Juta ke Keluarga Pasien BPJS
BANDAR LAMPUNG, iNews.id – Pasangan suami istri Sandi Saputra (27) dan Nida Usofie (23), warga Way Urang, Kabupaten Lampung Selatan, mengaku mengalami pelayanan tidak menyenangkan saat berobat menggunakan BPJS di RSUD Abdul Moeloek (RSUDAM) Lampung. Mereka dimintai uang sebesar Rp8 juta secara pribadi oleh oknum dokter di RS tersebut.
Uang itu disebut untuk membeli alat medis yang nantinya digunakan untuk operasi putrinya berusia 2 bulan. Namun setelah operasi, putri mereka bernama Alesha Erina Putri meninggal dunia.
Sandi menceritakan, awalnya anaknya dirujuk ke RSUDAM pada 9 Juli 2025. Setelah dilakukan rontgen pada 19 Juli, putrinya didiagnosis menderita penyakit Hirschsprung.
“Setelah diagnosis, kami konsultasi dengan dokter B. Beliau menyarankan dua opsi, operasi dengan stoma yang ditanggung BPJS, atau operasi lain dengan alat medis yang tidak ditanggung BPJS,” kata Sandi.
Untuk opsi kedua, keluarga diminta mentransfer Rp8 juta langsung ke rekening pribadi dokter B, bukan melalui rekening rumah sakit atau apotek resmi.
“Dokter B ini nggak mau memberitahu alat apa yang dimaksudkan, kami cuma diberi tahu gambar alatnya setelah transfer Rp8 juta. Transfernya ke rekening pribadi, bukan RSUDAM,” kata Sandi, Jumat (22/8/2025).
Menurut Sandi, sebelum uang ditransfer, komunikasi dengan dokter B berlangsung intens melalui WhatsApp. Namun setelah kondisi anaknya memburuk, respons sang dokter disebut berbeda.
“Waktu nyuruh beli alatnya WA terus, intens. Tapi pas kondisi anak saya terus memburuk, balas WA-nya nggak seperti saat nyuruh beli alat. Malam saya WA, dibalas paginya setelah anak saya meninggal,” ucapnya.
Sandi juga menyoroti kejanggalan terkait alat medis yang disebut butuh waktu pemesanan 10 hari, namun langsung tersedia sehari setelah uang ditransfer.
Selain dugaan pungutan pribadi, Sandi mengaku kecewa dengan pelayanan RSUDAM. Putrinya yang terdaftar sebagai pasien BPJS kelas II justru ditempatkan di ruang rawat inap kelas III.
“Alasannya RSUDAM sudah menerapkan ruangan tanpa kelas. Tapi kenyataannya tetap kelas III. Perawat juga kurang sigap, setelah operasi kondisi anak saya menurun tapi perawatnya sibuk alasan banyak pasien lain,” ujarnya.
Dia berharap kejadian ini menjadi pembelajaran serius bagi pihak rumah sakit.
“Kami kecewa betul dengan pelayanan dan perilaku dokter yang tidak bertanggung jawab. Kami ingin ada itikad baik dari pihak terkait. Jangan sampai ada pasien lain yang mengalami hal seperti kami,” ucapnya.
Hingga berita ini diturunkan, dokter B yang disebut dalam kasus ini belum memberikan tanggapan. Pesan WhatsApp (WA) yang dikirimkan ke nomor pribadinya tidak direspons.
Editor: Donald Karouw