Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Perjalanan Pengadaan Laptop Chromebook di Kemendikbudristek: Gagal di Era Muhadjir, Diloloskan Nadiem
Advertisement . Scroll to see content

Zonasi Bukan Hanya soal PPDB, tapi Seluruh Masalah Pendidikan

Minggu, 23 Juni 2019 - 09:00:00 WIB
Zonasi Bukan Hanya soal PPDB, tapi Seluruh Masalah Pendidikan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjelaskan tentang polemik sistem zonasi PPDB dalam wawancara khusus dengan iNews dan iNews.id di Jakarta, Sabtu (22/6/2019). (Foto: iNews.id/Irfan Ma'ruf).
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNew.id, - Sistem zonasi yang diterapkan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) terus menuai kontroversi. Di sejumlah daerah, kebijakan ini bahkan berbuntut aksi demonstrasi. Orangtua murid ramai-ramai memprotes dan mendesak agar sistem itu dicabut karena dinilai mempersulit siswa untuk mendapatkan sekolah negeri.

Berbagai kritik sesungguhnya bukan kali ini terjadi. Sejak diterapkan pertama kali pada 2017-2018, Sistem Zonasi langsung dihujani dengan tuntutan evaluasi. Kalangan yang tidak setuju berargumentasi, sistem zonasi kontraproduktif dengan tujuan pemerataan pendidikan yang ingin dicapai dalam kebijakan ini.

Argumentasi ini diperkuat kondisi di lapangan yang menunjukkan banyak siswa dengan nilai Ujian Nasional (UN) bagus kalah bersaing dengan siswa “biasa-biasa saja” karena tempat tinggalnya jauh dari sekolah. Belum lagi jumlah sekolah yang tak merata di suatu daerah. Zonasi juga dianggap minim sosialisasi.

Terhadap berbagai persoalan ini Kemendikbud bergeming. Kendati telah melakukan evaluasi, belum ada rencana untuk mencabut kebijakan zonasi. Apa pertimbangannya? Benarkah zonasi merupakan wujud keadilan dalam sistem pendidikan nasional? Bagaimana dengan kualitas sekolah yang belum merata?

Dalam wawancara khusus dengan iNews.id, Sabtu (22/6/2019), Mendikbud Muhadjir Effendy blak-blakan menjawab semua persoalan tersebut. Berikut penjelasannya:

Banyak sekali protes terhadap sistem zonasi. Bagaimana merespons hal ini?

Saya kira kalau ada komplain, ada reaksi dari masyarakat itu kita anggap hal yang wajar karena sesuatu hal yang baru. Kalau ada yang belum pas, nanti akan ada yang kita sesuaikan.

PPDB berbasis zonasi ini bukan tahun ini (saja dilaksanakan). Ini sudah tahun ketiga dan sudah mengalami proses penyempurnaan dari waktu ke waktu. Kita sudah kita antisipasi kemungkinan munculnya ketidakpuasan dan itu selalu saja ada. Saya juga terus mengantisipasi untuk terus menyelesaikan setiap persoalan yang ada.

Sistem zonasi di Indonesia dinilai belum siap, bagaimana pemecahan masalah ini?

Apa kita ini memang pernah siap? Bahkan Merdeka (dari penjajahan) dulu juga gak siap. Kalau tidak dipaksa, kita gak segera melakukan proklamasi. Jadi setahu saya, apapun setelah kita nilai semuanya sudah dalam keadaan wajar, ya kita lakukan.

Perlu saya beritahu bahwa tentang kebijakan zonasi itu sebetulnya sudah muncul sebagai rekomendasi sebelum saya menjadi menteri karena sudah ada hasil kajian cukup mendalam dari Kemendikbud melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud.

Dan salah satu hal yang dianggap tepat untuk melakukan atau menyelesaikan persoalan pendidikan di Indonesia tentu adalah dengan berbasis zonasi. Hanya memang perlu keberanian untuk ambil keputusan bahwa itu diterapkan atau tidak. Nah kebetulan setelah saya diskusikan dengan beberapa staf ahli dan pejabat eselon 1 kita (Kemendikbud), kemudian sepakat kita terapkan sistem zonasi ini.

Perlu saya tegaskan bahwa zonasi itu bukan hanya soal PPDB, bukan soal penerimaan perserta didik baru, tapi seluruh persoalan pendidikan itu akan kita dekati penyelesaiannya melalui sistem zonasi ini.

Ketidaksiapan zonasi salah satunya dinilai karena ketidakseragaman kualitas sekolah di Indonesia. Bagaimana tentang hal ini?

Justru dengan pendekatan zonasi inilah akan kita selesaikan berbagai macam ketimpangan di dunia pendidikan kita agar standar nasional, standar minimum pelayanan pendidikan itu betul-betul bisa segera direalisasi.

Karena kalau tidak dengan pendekatan zonasi ini, kita akan mendapatkan peta (pendidikan) yang sangat buram, yang tidak cukup informasi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan itu karena gambarannya terlalu makro sehingga masalah-masalah itu tidak jelas, tidak tajam.

Tapi setelah kita perkecil dari makroskopik menjadi mikroskopik, dipecah-pecah kedalam zona-zona, maka itu ibarat mikroskop, bisa diketahui secara tajam. Ibarat wajah seolah halus, tampan tapi setelah di-close-up kelihatan bopeng-bopeng, masih ada jerawat. Itulah gunanya dari zonasi ini.

Kita tahu kenapa pendidikan kita itu setelah kita close-up, bagian yang tampak ada ketimpangan, ada sarana prasarana tidak baik, kemudian ada ketimpangan distribusi guru, ada sekian siswa yang belum bisa masuk sekolah, itu bisa tergambar secara jelas dengan pendekatan mikroskopik melalui sistem zonasi ini.

Editor: Zen Teguh

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut