Perbedaan Busi Iridium dan Biasa, Ini Paling Awet
JAKARTA, iNews.id - Bagi pengguna kendaraan perlu mengetahui perbedaan busi iridium dan biasa (standar). Secara bentuk busi iridium dan biasa hampir sama.
Namun, bila diperhatikan secara detail ujung elektrodanya berbeda. Bahan dan spesifikasinya juga tidak sama.
Dilansir dari laman Suzuki, Selasa (14/12/2021), berikut perbedaan busi iridium dan biasa.
Busi ini disebut juga busi standar buatan pabrikan terbuat dari logam tembaga. Busi ini untuk kendaraan harian. Hal tersebut karena kemampuan kerjanya sudah di-setting dengan kebutuhan kendaraan standar.
Ujung inti elektroda busi standar berbentuk batang kecil yang terbuat dari tembaga. Tembaga termasuk logam yang bisa menjadi konduktor cukup baik. Namun, tembaga gampang mengalami korosi. Titik leleh logam tembaga sendiri sekitar 1.085 celsius.
Meski biasa-biasa saja, ternyata umur busi standar relatif lama. Jenis busi ini lebih maksimal jika digunakan untuk rpm atau putaran mesin yang stabil, rendah, dan menengah. Sebab itu, busi berbahan tembaga ini mampu menghasilkan stasioner mesin stabil. Busi standar usia pakainya 8.000 sampai 10.000 km,
Busi Iridium
Busi iridium disebut juga busi racing digunakan untuk kendaraan dalam rpm tinggi. Jenis busi ini termasuk busi dingin dengan akselerasinya lebih agresif dan bentuk ujung elektroda pada busi ini meruncing. Ini agar percikan api yang dihasilkan bisa merata.
Ujung inti elekroda busi iridium meruncing terbuat dari material iridium yang menjadi konduktor cukup baik. Material ini sangat tahan panas dan anti-karat, karena titik lelehnya mencapai 2.000 celsius.
Durabilitas yang dihasilkan juga lebih baik dari pada busi konvensional. Sebab itu, umur pemakaian busi ini juga lebih panjang dari pada busi-busi lain.
Meskipun tenaga yang dihasilkan tinggi, busi ini tidak begitu memerlukan tegangan listrik besar dalam memunculkan percikan api.
Busi iridium dirancang sangat kecil sampai 0,4 mm, durabilitasnya lebih baik ketimbang busi standar. Umur busi iridium lebih lama diganti setelah menginjak 50.000 km.
Editor: Dani M Dahwilani