Penetrasi Kendaraan Listrik Belum Maksimal, Ini Tantangan Perkembangan EV di Indonesia
Susan berharap diskusi ini dapat mendorong sinergi antara pelaku industri, pembuat kebijakan, dan masyarakat untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik. Melalui regulasi dan infrastruktur yang tepat, Indonesia dapat mempercepat transisi dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan ramah lingkungan.
Menangapi tantangan infrastruktur kendaraan listrik, Head of CEO Office ALVA, William Kusuma mengatakan, perusahaan telah menjalin kerja sama dengan bengkel-bengkel di sekitar dealer. Setiap dealer ALVA kini didukung setidaknya empat bengkel. Hingga pertengahan 2025, tercatat ada 46 bengkel di seluruh Indonesia yang siap melayani kendaraan listrik.
Profesor Evvy Kartini, peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sekaligus pendiri National Battery Research Institute (NBRI), menyoroti pentingnya penguasaan teknologi baterai untuk mendukung elektrifikasi kendaraan. Terlebih Indonesia memiliki sumber bahan baterai nikel yang melimpah.
“Baterai adalah teknologi inti dalam transisi energi global. Indonesia memiliki potensi besar menjadi pemain utama karena cadangan nikel kita adalah yang terbesar di dunia,” kata Profesor Evvy.
Dia mengungkapkan nikel dan kobalt menjadi bahan utama baterai litium-ion untuk mendukung pengembangan industri EV di dalam negeri. Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia (22 persen) dan produsen nikel nomor satu dunia (36 persen), cadangan timah nomor dua dunia (17 persen) dan produksi timah nomor dua (23 persen).
“Kita harus mendorong hilirisasi, dari bahan mentah hingga sel baterai dan daur ulang, agar memberi nilai tambah maksimal dan memperkuat kemandirian nasional. Ini menjadi langkah tepat Indonesia mengembangkan kendaraan listrik,” ujarnya.