Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : 4.504 Penumpang Tinggalkan Jakarta Naik Bus dari Terminal Kampung Rambutan hingga H-3 Natal
Advertisement . Scroll to see content

Deretan PO Bus Besar Didirikan Perempuan, Ada Sampai 3 Generasi Punya Ratusan Armada dan SPBU

Selasa, 28 Februari 2023 - 09:49:00 WIB
Deretan PO Bus Besar Didirikan Perempuan, Ada Sampai 3 Generasi Punya Ratusan Armada dan SPBU
Dirangkum iNews.id dari berbagai sumber, berikut PO bus besar di Indonesia yang dibangun perempuan berdiri kokoh hingga sekarang. (Foto: Perpalz TV/Istimewa)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Sejumlah perusahaan otobus (PO) besar melegenda berdiri kokoh hingga sekarang. Namun, siapa sangka di antara PO bus tersebut dibangun oleh perempuan.

Mereka bisa bertahan dari berbagai tantangan mulai dari persaingan bisnis, krisis moneter hingga pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia selama lebih dari 2 tahun. PO bus mana sajakah itu?

Dirangkum iNews.id dari berbagai sumber, berikut PO bus besar di Indonesia yang dibangun perempuan berdiri kokoh hingga sekarang.

PO Sumber Alam - Thung Tjie Hing 

Perusahaan Otobus (PO) Sumber Alam merupakan salah satu operator bus legendaris di Jawa Tengah yang masih eksis hingga sekarang. PO bus ini dibangun seorang perempuan kemudian dilanjutkan anak dan cucunya.

PO Sumber Alam berawal dari PO Tresno dirintis oleh Thung Tjie Hing pada 1960-an. Ini diungkapkan CEO PO Sumber Alam Anthony Steven Hambali dan Himawan Hambali dalam kanal YouTube Sumber Alam ID 

Himawan menuturkan sang ibu awalnya tak ingin melanjutkan usaha. “Tresno itu sumbernya perusahaan bus. Kemudian tahun 1969, Mak Co enggak mau ngurusin lagi karena fisiknya sudah enggak kuat. Lalu, panggil saya untuk mau enggak take over, jumlahnya ada lima bus. Lalu dibagi,” kata Himawan Hambali dalam video di kanal YouTube Sumber Alam ID.

Himawan Hambali yang merupakan paman Anthony, mengatakan sebelum ada PO Sumber Alam, terlebih dahulu ada PO Hidup Baru dan PO Kencana Jaya. Namun, sebelum itu ada PO Wahyu dan PO Santoso yang dirintis Himawan.

PO Hidup Baru dan Kencana Jaya hanya melayani trayek Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP). Setelah melihat peluang besar, Himawan dan saudaranya Judi Setijawan Hambali berpikir untuk membuka trayek angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP).

PO Sumber Alam merupakan turunan dari PO Hidup Baru, yang dijalankan Judi Setijawan Hambali pada 1975. Kala itu, mereka mengambil alih PO Jaya untuk mendapatkan izin trayek AKAP, yang melayani Jakarta-Yogyakarta.

“Untuk memudahkan administrasi dan juga waktu itu Jaya adalah nama perusahaan busnya tapi namanya sudah PT Sumber Alam. Jadi waktu itu sama notaris dibuatin PT Sumber Alam yang domisilinya di Jakarta,” ujar Himawan.

Untuk memudahkan pengecekan bus dan manajemen operasional, Judi yang merupakan ayah dari Anthony memutuskan membawa usahanya ke Kutoarjo, Jawa Tengah.

“Setelah pak Judi take over semua, pool-nya dipindah ke Kutoarjo untuk memudahkan baik itu administrasinya, bengkel hinhha , perpajakannya. Itu sekitar tahun 1978-1979,” kata Himawan.

Anthony duduk di kursi pimpinan perusahaan sejak 2001. Sejak awal menduduki kursi tertinggi perusahaan, beberapa kebijakan dikeluarkan untuk memberikan kenyamanan bagi penumpang PO Sumber Alam.

PO Sumber Alam juga memiliki SPBU sendiri di Kutoarjo untuk memudahkan bus mereka mengisi BBM jenis Solar. Ini menandakan perusahaan otobus tersebut terus berkembang dan sehat dalam finansial.

PO Jaya Utama - Ratna Candrawati

Bagi masyarakat Kota Surabaya dan Semarang, tentu tidak asing lagi dengan PO Jaya Utama. Bus ekonomi ini telah melegenda bertahan lebih dari 40 tahun.

Banyak yang penasaran siapa pendiri PO Jaya Utama? Po bus tersebut ternyata didirikan seorang perempuan bernama Ratna Candrawati pada 1975. 

Ini diungkapkan Bryandave Sutjitro, generasi ketiga PO Jaya Utama di kanal YouTube PerpalZ TV. Dia menuturkan, saat itu sang nenek Ratna menjalani usaha jualan susu di pinggir jalan. Kemudian saudaranya (pemilik PO bus Eka) menyarankan bergelut di usaha transportasi bus.

"Pada awalnya membuka treyak Surabaya-Banyuwangi namun gagal. Akhirnya mencoba membangun trayek bus Surabaya-Solo, namun persaingan ketat. Kemudian membuka trayek Surabaya-Semarang," ujar Bryan.

Meski gagal beberapa kali, dia mengungkapkan, sang nenek tidak pantang menyerah. Saat itu, bus yang digunakan bermacam-macam ada Mitsubishi, Mercedes-Benz dan Hino. Namun, ini merepotkan dalam perawatan karena sparepart terlau banyak akhirnya memilih sasis Hino.

"Usaha dikontrol sendiri Mak (nenek) ke lapangan sampai 2002. Berkerja sendirian kemudian didampingi ayah." kata Bryan.

Kini, PO Jaya Utama dilanjutkan Bryan sebagai generasi ketiga. Memasuki tahun kedua terjun di dunia bus, dia sudah memiliki visi membenahi manajemen terutama operasional perusahaan. Untuk mengurangi down-time setiap unit bus harus diperiksa kesiapannya dan maintanance lebih detail.

"Saya oranganya rapi. Ada beberapa yang diubah terutama dalam operasional. Ketika bus masuk harus bagaimana, terutama maintenance jangan sampai bus masuk turun mesin," katanya.

Bryan menyebutkan, untuk pelayanan maksimal perusahaan harus meminimalkan kerusakan armada dengan menerapkan standar perawatan yang kuat dan tepat.

Hal menarik dari PO Jaya Utama mereka tetap konsisten pada layanan bumel dengan menyajikan kondisi bus yang baik. Bryan tidak tertarik menggarap bus eksekutif. 

"Kondisi perusahaan masih baik sehingga harus konsisten dengan pelayanan yang ada. Pelan-pelan dianalisa dan dipejari. Dilihat dulu diobservasi. Cocok di mereka kan belum tentu cocok di kita," ujar Bryan.

Dia mengaku hal menarik dalam bisnis angkutan bus (ekonomi) adalah bersaing rebutan penumpang. "Kalau datang ke terminal melihat rebutan penumpang," katanya.

Meski demikian, Bryan mengingatkan sesama PO bus terutama dalam satu jalur tidak saling mematikan. Namun, bersatu dan mencari solusi agar angkutan bus semakin diterima dengan baik. "Kalaupun bersaing adu pelayanan terbaik, bukan perang harga," ujar Bryan. 

PO Tami Jaya - Mamiek Soekarno

Mendirikan sebuah PO bus biasanya dilakukan dengan perencanaan matang. Ini berbeda dengan PO Tami Jaya dibangun dari coba-coba, tapi sukses bertahan hingga sekarang

Butuh biaya besar dalam mendirikan PO bus, khususnya untuk membeli armada yang bernilai ratusan juta hingga miliaran rupiah. Perizinan mendirikan perusahaan jasa transportasi juga tidak mudah.

Namun, PO Tami Jaya memiliki kisah yang berbeda ketika didirikan pada 1985, seorang perempuan Mamiek Soekarno. Keduanya awalnya merupakan pengusaha di bidang angkutan niaga untuk kebutuhan pertanian.

“Ibu sama Bapak awalnya punya toko untuk pertanian, dari situ membutuhkan truk buat angkut pupuk. Terus sejarahnya ada Bude, kakaknya ibu, yang lebih dulu merintis bus, ‘Ayo coba bermain di bis’,” kata Erike Kristiana Dewi, direktur PO Tami Jaya dalam video di kanal YouTube PerpalZ TV.

Meski ajakan datang dari orang terdekat sudah memperlihatkan hasil positif dari usaha bus, Mamiek tak langsung tergiur. Erike mengungkapkan sang ibu akhirnya tertarik dan mengorbankan salah satu truknya.

“Awal mulanya itu dari truk, pada zaman itu truk bagong. Itu di karoseri jadi bus, masih ada sampai sekarang. Dari situ ibu bermain bus kok seneng, terus ada tawaran beli bus seken. Akhirnya beli baru sampai sekarang,” ujarnya.

Erike menuturkan berdasarkan cerita yang ditangkap dari sang ibu dan mendiang ayah, mereka mengawali usaha tersebut dari coba-coba. Jika tak berhasil mereka masih memiliki usaha di bidang pertanian yang cukup kokoh menopang perekonomian keluarga.

“Kalau dari cerita ya ibu hanya mencoba, kan dulunya berurusannya sama barang, benda mati. Tapi tak tahu bagaimana, pada akhirnya kok bilus menyenangkan. Karena dulu (persaingannya) masih enak nggak seperti sekarang,” katanya.

Kesuksesan PO Tami Jaya dalam bertahan diketatnya persaingan transportasi darat, khususnya bus, adalah armadanya yang selalu dapat membuat nyaman penumpang. Ini dapat terjadi karena perawatan dilakukan oleh perusahaan sangat ketat.

“Intinya yang benar-benar terlibat dalam perusahaan ini kan ibu. Jadi ibu itu prinsipnya kan dia itu seorang perempuan tidak tahu mesin. Ibu itu bilang ke montir, untuk masalah mesin itu tidak boleh KW harus ori. Terus oli, misal standarnya (penggantian) 10.000 km, harus diganti sebelum mencapai itu. Jadi mainnya itu main aman,” ucap Erike.

Nama Tami Jaya diambil dari kakak Erike yang meninggal dalam kandungan sang ibu. “Tami Jaya itu dari nama kakak saya yang sudah almarhum. Jadi ibu itu sebenarnya punya lima anak, saya anak kelima. Nomor keempat ini meninggal di kandungan namanya Utami Nuratri Dewi, yang akhirnya dijadikan ibu sebagai malaikat kami di keluarga dan perusahaan,” ujarnya.

Mengabadikan nama anak yang belum sempat terlahir ke dunia, dianggap Ibu Mamiek sebagai sebuah penghormatan. Erike juga mengakui ini sangat berpengaruh terhadap apa yang terjadi di perusahaan hingga bertahan sampai sekarang.

Editor: Dani M Dahwilani

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut