Kisah Pemilik PO Karyajasa, Berawal dari Sales Bangunan Ditertawakan Bikin Bus Pariwisata
JAKARTA, iNews.id – Membangun Perusahaan Otobus (PO) bukanlah sesuatu yang mudah karena persaingan begitu ketat. Ini yang dirasakan Wibisono, pendiri PO Karyajasa.
Dia menyebutkan dirinya dulu sempat ditertawakan PO-PO lain. Sebab, PO Karyajasa membuka layanan yang berbeda dibandingkan PO yang sedang ramai, dan risiko kegagalannya juga sangat besar.
PO Karyajasa yang didirikan Wibisono pada 1994, saat itu memutuskan bermain di bus pariwisata. Padahal, saat itu trayek Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) menjadi yang paling ramai.
“Lahirnya tahun 1994, saya punya satu unit yang saya kemudikan sendiri. Saat itu di Jogja tahun 94 itu belum ada bus pariwisata, sehingga saya ditertawakan oleh PO-PO reguler Jogja-Solo, Jogja-Semarang yang setiap hari jalan,” kata Wibisono dikutip dalam video di kanal YouTube PerpalZ TV.
Namun, berkat komitmen dan konsistensinya dalam menjalani usaha tersebut, maka PO Karyajasa mulai berkembang. Wibisono mengatakan respons masyarakat Yogyakarta terhadap bus pariwisata miliknya sangat besar.

“Terus saya meningkat, tambah bus. Akhirnya diikuti perusahaan lain, termasuk yang langsung (beli) dalam jumlah banyak, PO Sargede. Mungkin Pak Parmadi (pemilik PO Sargede) punya share dana lebih,” ujarnya.
Sebelum membuka perusahaan bus pariwisata, Wibisono sudah bergelut di bidang jasa pelayanan. Tetapi, pekerjaannya di masa lalu tak berhubungan dengan transportasi darat.
“Setelah saya lulus sekolah SMA, saya menjadi sales bahan bangunan. Lalu tugas saya berubah menjadi pengawas bangunan. Saya berhenti bekerja. Saya jadi sopir truk, terus jadi sopir bus. Tapi suplier yang lama menginginkan saya usaha di bidang bahan bangunan lagi, terus saya jadi suplier bahan bangunan sampai 1994. Saya berhenti untuk mengembangkan bus pariwisata hingga sekarang,” katanya.
Memiliki pengalaman dalam melayani konsumen saat berada di bidang bahan bangunan, Wibisono menerapkannya pada usaha bus pariwisata. Mengingat pelayanan menjadi kunci kesuksesan sebuah perusahaan otobus.
“Bagi kita standar pelaynan itu adalah kita harus pegang komitmen. Misal, saya sudah terima order Jogja-Tawangmangu yang ongkosnya kecil, tiba-tiba ada konsumen lain yang butuh Jogja-Bali selama 5 hari yang ongkosnya lebih gede, tetap saya akan ambil yang pertama. Jadi kalau pesan di kita, pasti akan dapat bus kita, bukan dari rekanan,” ucapnya.
Wibisono mengungkapkan persaingan di transportasi darat sangat ketat, sehingga tak ingin mengecewakan pelanggan. Sebab, bila meminta bantuan dari PO lain, bisa diberikan bus terburuk dengan tujuan agar konsumen kecewa.
Untuk tetap eksis di usia yang tak muda lagi, Wibisono juga tak segan belajar dari pengusaha lebih muda. Menurutnya, setiap pengusaha harus terbuka agar bisa bersaing dengan pendatang baru yang menawarkan pelayanan maksimal.

“Zaman dahulu saya dan Pak Hasan itu sering berkata anak itu harus belajar kepada orang tua untuk bisnis. Tapi, zaman sekarang sebenarnya terbalik. Jadi kalau orang tua ingin bisnisnya eksis, harus belajar ke yang muda,” katanya.
Editor: Ismet Humaedi