Kisah Wilma Marghareta Sinaga, Atlet Catur Tunanetra Andalan NPC Indonesia

Sebagai tunanetra, kehidupan Margaretha di Manik Saribu jauh dari kata layak. Dia hanya dibesarkan oleh ibunya yang berprofesi sebagai guru honorer. Sedangkan sang ayah pergi meninggalkannya karena tidak bisa menerima takdir bahwa Margaretha dan kedua adiknya terlahir sebagai tunanetra.
Keterlibatannya di catur dimulai saat dirinya bersekolah di bangku TK Yayasan tunanetra di bawah naungan Gereja di Jerman yang ada di dekat rumahnya pada tahun 1996.
“Awalnya masih TK. Di sana kami dikasih pendidikan formal dan ekskulnya ya. Jadi ada banyak ada olahraga seni,” kata Marghareta sembari mengingat.
Marghareta mengaku sempat mencoba sejumlah ekskul seperti paduan suara dan olahraga lempar lembing. Namun, dia merasa tidak berkembang. Pada akhirnya Margaretha memilih cabor catur dan merasa nyaman di tempat itu.