Profil Giannis Antetokounmpo: Dulu Pedagang Asongan, Kini Cium Trofi NBA
Keadaan keluarga Giannis makin parah karena xenophobia di Yunani pada waktu itu. Sekadar informasi, xenophobia adalah ketidaksukaan atau ketakutan terhadap orang-orang dari negara lain atau yang dianggap asing.
Namun, olahraga mengubah kehidupan Giannis. Giannis tidak langsung berkenalan dengan basket, tetapi sepak bola lebih dulu.
Ukuran tubuh Giannis saat berumur 13 tahun, yang lebih besar ketimbang teman-teman sebayanya, menarik perhatian pelatih klub basket lokal, Spiros Velliniatis, pada 2007 silam. Dia meyakinkan orang tua Giannis untuk mengizinkan sang putra berlatih basket karena itu akan mengubah kehidupan mereka.

Keyakinan Veliniatis menjadi kenyataan karena karier Giannis menanjak sehingga bisa membela klub Yunani, Filathlitikos (2011-2013). Jalan menuju kesuksesan terbuka bagi Giannis saat Bucks merekrutnya pada NBA Draft pada awal musim 2013.
Perekrutan Giannis sedikit rumit karena Giannis tidak memiliki kewarganegaraan saat itu. Sekadar informasi, Giannis tidak memiliki kewarganegaraan sejak kecil.
Meski begitu, Giannis mendapatkan surat-surat resmi sebagai warga negara Yunani tepat pada waktunya sehingga dia bisa bergabung dengan Bucks. Sejak itu, Giannis mulai menunjukkan bakatnya di pentas terbesar dalam olahraga basket, yaitu NBA.
Giannis bahkan terpilih sebagai MVP Regular Musim di NBA 2018-2019. Prestasi terbaik diukir Giannis dengan membawa Bucks juara NBA musim ini.
Selain menjadi juara, Giannis pun terpilih sebagai MVP Regular Musim, MVP Final, dan Pemain Bertahan Terbaik. Dia mengikuti jejak Michael Jordan and Hakeem Olajuwon yang meraih tiga penghargaan itu dalam satu musim.
Editor: Reynaldi Hermawan