Isu Indonesia Dalangi Sanksi FIFA ke FAM, Ketum NOC: Jangan Aneh-Aneh!
JAKARTA, iNews.id – Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (NOC Indonesia), Raja Sapta Oktohari, meminta publik Tanah Air agar tidak terprovokasi isu liar yang beredar soal sanksi FIFA untuk Asosiasi Sepak Bola Malaysia (FAM). Dia juga menegaskan Indonesia tidak terlibat dalam masalah tersebut.
FIFA pada Jumat (26/9/2025) resmi menjatuhkan hukuman kepada FAM setelah menemukan pelanggaran serius berupa pemalsuan dokumen tujuh pemain naturalisasi. Hukuman tersebut berupa denda 350 ribu franc Swiss atau setara Rp7,3 miliar.
Tidak hanya federasi, ketujuh pemain naturalisasi Malaysia itu, yakni Gabriel Felipe Arrocha, Facundo Tomas Garces, Rodrigo Julian Holgado, Imanol Javier Machuca, Joao Vitor Brandao Figueiredo, Jon Irazabal Iraurgui, dan Hector Alejandro Hevel Serrano, juga dijatuhi sanksi berupa denda 2 ribu franc Swiss (sekitar Rp41,8 juta) serta larangan bermain selama satu tahun.
Kasus ini langsung menimbulkan kegaduhan di Malaysia. Sejumlah pihak bahkan menyeret nama Indonesia sebagai pihak yang dianggap berada di balik sanksi tersebut. Situasi makin panas ketika pemilik Johor Darul Ta’zim (JDT), Tunku Ismail Sultan Ibrahim, mengunggah artikel bergambar Erick Thohir bersama Presiden FIFA, Gianni Infantino, sehingga isu intervensi Indonesia semakin liar.
Menanggapi hal itu, Okto menegaskan tuduhan tersebut tidak berdasar dan hanya memperkeruh suasana.
“Sudah jangan aneh-aneh, hubungan kita (Malaysia-Indonesia) selama ini baik. Jangan dirusak oleh oknum yang tidak mengerti apa-apa. Jangan sampai terprovokasi,” ujarnya, Selasa (30/9/2025).
Okto juga mengingatkan FIFA memiliki mekanisme tegas dan regulasi jelas dalam menjatuhkan sanksi. Dia menilai mustahil sebuah keputusan disiplin diambil karena intervensi negara lain, termasuk Indonesia.
“Kami percaya FIFA punya mekanisme dan regulasi yang jelas dalam memutuskan sanksi. Tidak mungkin ada sanksi yang diambil berdasarkan intervensi dan pertimbangan negara lain. Jadi jangan sampai ada pihak yang sengaja memutarbalikkan fakta,” tegasnya.
Menurut Okto, olahraga seharusnya menjadi media pemersatu, bukan pemecah belah. Dia mengajak semua pihak tetap menjunjung tinggi nilai sportivitas, fair play, dan solidaritas, apalagi dengan Malaysia yang merupakan negara serumpun dan mitra penting di kawasan Asia Tenggara.
“Olahraga seharusnya jadi alat pemersatu, bukan pemecah belah. Kita harus tetap menjaga nilai sportivitas, fair play, dan solidaritas, khususnya dengan Malaysia yang merupakan saudara serumpun kita,” tambahnya.
Indonesia dan Malaysia memiliki sejarah panjang dalam kerja sama olahraga. Selain kerap berhadapan di lapangan pada ajang seperti SEA Games, Asian Games, hingga Olimpiade, kedua negara juga sering menjalin pertukaran pengalaman kepelatihan dan pembinaan atlet muda. Hubungan erat itu menurut Okto tidak boleh dikorbankan hanya karena isu provokatif yang tidak berdasar.
Editor: Abdul Haris