Kisah Diego Maradona Bawa Argentina Juara Piala Dunia U-20 1979, Diawali dengan Bantai Indonesia
Di balik kesuksesan itu, ada peran besar pelatih Cesar Luis Menotti. Setelah membawa tim senior juara Piala Dunia 1978, dia dipercaya menangani tim U-20 dengan misi membentuk generasi emas berikutnya. Keputusan itu terbukti tepat, karena Menotti mampu membimbing para pemain muda dengan gaya kepelatihan visioner dan penuh kepercayaan.
Bek Juan Simon menggambarkan betapa istimewanya momen dilatih Menotti. “Bagi kami, itu seperti mimpi—Tuhan turun dari langit dan melatih kami. El Flaco (Si Kurus) adalah Tuhan kami. Ucapannya adalah sabda. Dia mempertaruhkan segalanya untuk sekumpulan anak muda. Dari luar mungkin terlihat gila. Untungnya, kami mampu merespons dengan cara terbaik,” katanya kepada FIFA.
Maradona pun menuliskan kisah emosional itu dalam bukunya El Diego y la gente (Diego dan Rakyatnya) pada 2001. “Saat kami akhirnya tiba di Jepang, kami tahu harus juara. Terutama saya: saya bertekad menebus (absen di Piala Dunia 1978). Dan di Jepang, saya melakukannya,” tulisnya.
Meski tim dipenuhi talenta seperti Juan Barbas, Osvaldo Rinaldi, dan Gabriel Calderón, perhatian dunia tertuju pada duet Maradona dan Díaz. Keduanya masih remaja, namun sudah matang berkat pengalaman di Primera División. Díaz yang tampil tajam bersama River Plate dan Maradona yang bersinar di Argentinos Juniors menjadi motor utama kesuksesan Argentina.
Beberapa tahun kemudian, Maradona dan Díaz sama-sama tampil di Piala Dunia 1982 di Spanyol, meski hasilnya tak sesuai harapan. Namun, puncak kejayaan datang empat tahun berselang ketika Maradona memimpin Argentina meraih Piala Dunia 1986. Gelar itu sekaligus mengukuhkan dirinya sebagai salah satu legenda terbesar sepanjang masa.
Kisah 1979 pun tetap abadi sebagai titik awal kejayaan. Dari kemenangan telak atas Indonesia hingga mengangkat trofi di Jepang, Maradona membuktikan bahwa bakatnya memang ditakdirkan untuk mengubah sejarah sepak bola dunia.
Editor: Abdul Haris