Punya Pandangan Baru, 66 Persen Karyawan Indonesia Ogah WFO Penuh
JAKARTA, iNews.id - Pademi Covid-19 di Tanah Air mulai bisa dikendalikan. Namun, laporan dari Work Trend Index Microsoft menyebutkan mayoritas pekerja di Indonesia ogah kembali kerja di kantor (WFO) secara penuh.
Tercatat sebanyak 66 persen pekerja di Indonesia lebih mempertimbangkan untuk beralih ke kerja remote atau hybrid. Mereka berpedapat pekerjaan yang fleksibel bukan berarti harus selalu standby.
"Dua tahun terakhir telah mengubah cara kita memaknai pekerjaan dalam kehidupan secara signifikan," ujar Wahjudi Purnama, Modern Work & Security Business Group Lead Microsoft Indonesia.
Oleh karena itu, kata Wahjudi, tantangan bagi setiap organisasi adalah untuk bisa memenuhi ekspektasi para karyawan, sambil menyeimbangkannya dengan pencapaian bisnis di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu.
Menurut survei yang dilakukan Microsoft kepada 31.000 peserta di 31 negara termasuk Indonesia, saat ini para karyawan memiliki pandangan baru terhadap apa yang dianggap ‘worth it.
Berdasarkan survei, sebanyak 48 persen karyawan di Indonesia mengatakan mereka cenderung lebih memprioritaskan kesehatan dan wellbeing dibandingkan pekerjaan, daripada sebelum pandemi.
Pemimpin perlu membuat kantor terasa ‘worth to commute’. Sebanyak 41 persen karyawan hybrid di Indonesia mengatakan tantangan terbesar mereka adalah mengetahui kapan dan mengapa mereka harus datang ke kantor.
Sementara hanya 40 persen pemimpin telah membuat kesepakatan tim untuk mendefinisikan norma-norma baru ini. Di sisi lain, sebanyak 62 persen karyawan di Indonesia terbuka untuk menggunakan ruang imersif digital sebagai sarana meeting, lebih tinggi dibandingkan data global yang ada di angka 52 persen.
Membangun kembali social capital terlihat berbeda di dunia hybrid. Sebanyak 49 persen pemimpin di Indonesia mengatakan membangun hubungan adalah tantangan terbesar dalam era kerja hybrid.
Di sisi lain, sebanyak 65 persen pekerja di Indonesia sedang mempertimbangkan untuk berganti perusahaan pada tahun depan, dibandingkan 56 persen secara global.
"Tidak ada cara untuk bisa melupakan apa yang kita alami selama dua tahun terakhir, atau dampaknya terhadap hidup kita, karena fleksibilitas dan wellbeing telah menjadi hal yang tidak bisa kita kompromikan," kata Wahjudi.
"Dengan menyambut dan beradaptasi terhadap ekspektasi baru tersebut, organisasi justru dapat menyiapkan setiap karyawan dan bisnisnya untuk meraih kesuksesan jangka panjang,” ujarnya.
Editor: Dini Listiyani