World App Akhirnya Buka Suara usai Izin Dibekukan Komdigi
JAKARTA, iNews.id - Aplikasi World App viral di media sosial. Aplikasi tersebut diduga menjual data retina masyarakat Indonesia ke pihak asing.
Usai ramai dibahas di jagat maya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melakukan pembekuan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan Worldcoin dan WorldID di Indonesia demi melindungi masyarakat dari potensi risiko yang mungkin muncul.
Sementara itu, pihak World App akhirnya memberikan pernyataan resmi terkait isu yang sedang hangat di masyarakat. Apa kata mereka?
Pada iNews.id, pihak Tools for Humanity (TFH) menyampaikan, saat ini World App telah menghentikan sementara layanan verifikasi di Indonesia secara sukarela dan tengah mencari kejelasan terkait persyaratan izin dari lisensi yang relevan.
"Kami berharap dapat terus melanjutkan dialog konstruktif dan suportif yang telah terjalin selama setahun terakhir dengan pihak pemerintah terkait," ungkap keterangan resmi TFH yang diperoleh iNews.id, Senin (5/5/2025).

"Jika terdapat kekurangan atau kesalahpahaman terkait perizinan, kami tentu akan menindaklanjutinya," tambah TFH.
TFH berharap, World dapat melanjutkan layanannya dan meneruskan misinya untuk memberdayakan Indonesia dalam menyongsong masa depan ekonomi digital global dengan tetap mengedepankan keamanan, privasi, dan inovasi teknologi.
"Kami mematuhi seluruh regulasi yang berlaku di Indonesia, khususnya yang terkait dengan perlindungan data pribadi dan kegiatan digital," ungkap TFH.
"Perlu kami tekankan bahwa World ID tidak menyimpan data pribadi maupun data biometrik. Teknologi kami dirancang untuk memverifikasi keunikan identitas individu di era AI, tanpa menyimpan informasi pribadi," tambah TFH.
TFH menegaskan bahwa World App memanfaatkan teknologi untuk memverifikasi keunikan individu di era AI, terlebih ketika misinformasi dan disinformasi, termasuk pencurian identitas dan deep fake merajalela.
Nah, proses verifikasi dengan World dilakukan tanpa menyimpan data pribadi siapa pun, dan sebaliknya, World menyerahkan kendali penuh atas informasi tersebut kepada sang pengguna.
"Informasi ini tidak dapat diakses oleh World maupun pihak kontributor seperti Tools for Humanity," ungkap TFH.
Proses verifikasi dengan World dilakukan dengan memastikan bahwa seseorang adalah manusia yang nyata dan unik, tanpa mengidentifikasi identitas pribadi mereka.
Saat proses verifikasi, kamera canggih (disebut sebagai Orb) mengambil gambar mata untuk menghasilkan kode numerik (disebut iris code), yang hanya bertujuan untuk membuktikan bahwa seseorang adalah individu yang unik.
Kode ini kemudian diproses secara kriptografis dan diubah menjadi sejumlah angka anonim menggunakan teknik mutakhir, sehingga angka-angka tersebut tidak dapat ditautkan kembali kepada individu mana pun.
Angka anonim ini disimpan secara terpisah dalam basis data yang dikelola oleh pihak ketiga terpercaya, seperti universitas. Dengan cara ini, pengguna dapat membuktikan mereka adalah manusia yang unik secara anonim.
"Gambar asli dan iris code kemudian dienkripsi dan dikirim ke perangkat milik pengguna, lalu dihapus dari kamera, sehingga kendali atas data sepenuhnya berada di tangan pengguna," ujar TFH.
Viral di media sosial informasi mengenai kompensasi yang akan diberikan World App untuk siapa saja yang melakukan verifikasi retina matanya di Orb. Kompensasi itu berkisar Rp300.000 hingga Rp800.000.
Kabar tersebut pun ditanggapi TFH. Menurut mereka, World tidak memberikan Worldcoin sebagai kompensasi atas proses verifikasi World ID.
"Klaim token bersifat opsional. Token ini merupakan insentif bagi pengguna untuk menjelajahi dan memanfaatkan jaringan World, yang menyediakan berbagai layanan bermanfaat," terang TFH.
Token tersebut dapat digunakan untuk mengakses dan berinteraksi dengan layanan yang disediakan oleh para pengembang, termasuk melalui mini apps.
"Perlu kami tegaskan kembali, kami tidak menyimpan data pribadi maupun data biometrik. Teknologi kami dirancang untuk memverifikasi keunikan individu di era AI, tanpa menyimpan informasi pribadi atau biometrik apa pun," tambah TFH.
Editor: Muhammad Sukardi