Astronom Temukan Galaksi Cincin Api Kuno
CALIFORNIA, iNews.id - Sekitar 11 miliar tahun lalu, galaksi panas aktif tampak seperti mata melotot ke luar angkasa. Para astronom berhasil mendapatkan snapshot dari tatapan galaksi panas menggunakan data dari W.M Keck Observatory di Hawaii dan Hubble.
Galaksi yang disebut R5519 terdiri atas cincin datar bintang-bintang, dengan sebuah lubang di tengah tempat para astronom yakini gumpalan bintang yang lain menembus. Galaksi seperti ini, yang dikenal sebagai cincin tumbukan, jarang muncul di alam semesta modern.
Tapi, para astronom melihat galaksi begitu tua dan jauh. Galaksi berada pada jarak 11 miliar tahun cahaya dari Bumi, cahaya purba baru saja mencapai planet ini.
Galaksi di alam semesta awal cenderung sangat aktif, mengaduk gas panas dan mengubahnya menjadi bintang. R5519 tidak terkecuali, kata peneliti dalam sebuah pernyataan.
“Itu membuat bintang pada kecepatan 50 kali lebih besar dari Bima Sakti. Sebagian besar aktivitas itu terjadi pada cincinnya, jadi itu benar-benar cincin api,” kata astronom di Universitas Teknologi Swinburne Australia dan penemu utama galaksi Tiantian Yuan yang dikutip dari Live Science, Kamis (28/5/2020).
Sebagian besar galaksi berbentuk cincin di alam semesta terbentuk melalui proses internal. Hanya 1 dari 1.000 di alam semesta modern yang terbentuk melalui tabrakan.
Namun, menurut paper terbaru, bentuk galaksi ini memang seperti hasil dari tabrakan dari objek lain. Tabrakan monumental ini, kata ilmuwan, menawarkan petunjuk mengenai kondisi yang berlaku pada awal alam semesta.
Jadi, bagaimana bentuk ‘Eye of Sauron’ yang tanpa berkedip muncul? Agar cincin dapat terbentuk, kata peneliti, galaksi seperti ini harus dimulai dengan cakram bintang dan gas data yang lebar.
Salah satu cakram yang terbentuk sekitar 9 miliar tahun lalu berubah menjadi Bima Sakti spiral. Sedangkan yang lainnya membantuk Andromeda, galaksi tetangga.
“Penemuan ini adalah indikasi rakitan cakram dalam galaksi spiral terjadi selama periode yang lebih panjang dari yang diperkirakan sebelumnya,” kata astronom Universitas Nasional Australia dan rekan penulis paper Kenneth Freeman.
Editor: Dini Listiyani