Tanggal 5 Agustus Hari Terpendek: Fenomena Rotasi Bumi Semakin Cepat, Simak Fakta Uniknya!
JAKARTA, iNews.id - Tanggal 5 Agustus 2025 tercatat sebagai salah satu hari terpendek sepanjang sejarah modern, di mana durasi satu hari lebih singkat sekitar 1,25 milidetik dari 24 jam standar (86.400 detik). Data ini dipantau secara global oleh lembaga internasional seperti International Earth Rotation and Reference Systems Service (IERS) dan US Naval Observatory, yang memiliki otoritas dalam memonitor rotasi dan sistem waktu Bumi.
Dilansir iNews dari berbagai sumber, berikut penjelasan dan fakta unik tanggal 5 Agustus hari terpendek:
IERS (lembaga internasional pengukur rotasi Bumi) mencatat 5 Agustus 2025 sebagai bagian dari rentetan hari terpendek sejak pengamatan modern dimulai. Mereka terus memantau perubahan mikrodetik ini karena sangat vital bagi teknologi penentu waktu dan navigasi modern (misal: sistem GPS, komunikasi satelit, jam atom).
5 Agustus bukan satu-satunya hari terpendek pada tahun ini. Hari-hari seperti 9 Juli (lebih pendek 1,24 ms) dan 22 Juli (lebih pendek 1,36 ms) juga mengalami fenomena serupa. Secara historis, 5 Juli 2024 tercatat sebagai hari terpendek dalam sejarah pengamatan, yakni kurang 1,65 ms dari 24 jam.
Perubahan hanya sekitar 1–1,5 milidetik, namun bagi sistem teknologi yang sangat presisi—misal bursa saham, sistem navigasi, hingga telekomunikasi global—penyesuaian waktu wajib dilakukan. Jika percepatan terus terjadi, dunia bisa saja memerlukan “negative leap second” alias pengurangan satu detik pada standar waktu dunia, sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Ilmuwan IERS dan berbagai pakar dunia seperti Leonid Zotov (Universitas Negeri Moskow) serta Oleg Titov (Geoscience Australia) menyebut percepatan mayoritas berasal dari dinamika internal Bumi (inti cair), redistribusi massa akibat pencairan es, pergerakan lempeng tektonik, hingga posisi Bulan terhadap sumbu khatulistiwa. Saat Bulan condong ke kutub, tarikan gravitasinya melemah sehingga rotasi Bumi dipercepat.
Hari di Bumi tak selalu 24 jam. Dalam skala jutaan tahun lalu, satu hari hanya 19 jam karena Bulan lebih dekat sehingga laju Bumi lebih cepat. Kini, posisi dan jarak Bulan tetap memberi pengaruh jangka pendek sehingga setiap tahun selalu ada hari-hari ‘cepat’ seperti siklus 2025 ini.
Bagi kehidupan sehari-hari, selisih milidetik ini tak berdampak. Namun, secara astronomi dan teknis, perubahan ini sangat signifikan sehingga mendapat pantauan khusus dari lembaga antariksa dan waktu dunia. Dengan perubahan durasi hari kuartalan ini, kondisi iklim, aktivitas gunung berapi, hingga tektonik Bumi turut memberikan kontribusi variabel tambahan dalam rotasi harian Bumi.
Hari yang kita kenal adalah hari matahari (solar day, 24 jam), sedangkan hari sideris (planet berputar 360 derajat penuh) hanya 23 jam, 56 menit, dan 4,1 detik. Fluktuasi antara keduanya sejalan dengan perubahan percepatan rotasi Bumi dari tahun ke tahun.
Hari terpendek pada tanggal 5 Agustus 2025 bukan sekadar fakta unik, melainkan penanda aktifnya Bumi dalam perubahan mikroskopis yang berdampak pada seluruh sistem pengukuran waktu global. Lembaga IERS dan US Naval Observatory menjadi garda terdepan dalam pemantauan, memastikan sistem waktu universal tetap sinkron, sekaligus membuka wawasan baru bagi penelitian sains, lingkungan, dan teknologi presisi tinggi.
Editor: Komaruddin Bagja