Mengenal Batu Niopo, Situs Budaya Suku Bantik Paling Keramat di Manado
MANADO, iNews.id - Situs budaya merupakan salah satu peninggalan sejarah yang wajib dilestarikan. Tidak hanya menarik untuk dipelajari, situs budaya juga menjadi warisan turun-temurun nenek moyang.
Salah satunya adalah situs Batu Niopo yang ada di Manado, Sulawesi Utara. Situs budaya suku bantik ini diyakini sebagai tempat naik turunnya Sang Pencipta. Batu ini letaknya masih di dalam kota, tepatnya di Kelurahan Malalayang I, Kecamatan Malalayang, Kota Manado, Sulawesi Utara.
Tidak sembarang orang bisa masuk ke situs budaya ini, terlebih dahulu harus menemui Yohan Mongisidi, salah satu tua-tua adat Suku bantik untuk meminta izin agar bisa masuk ke dalam situs batu niopo. Rumah Yohan letaknya tidak jauh dari situs, sekira 20 meter.
Di rumahnya yang sederhana, Yohan menerima tamu yang akan berkunjung. Untuk bisa datang dan melihat, apalagi mengambil gambar batu Niopo, terlebih dahulu wajib menuliskan nama di buku kecil yang disediakan Yohan sebagai syarat untuk meminta izin dulu kepada para leluhur.
Kalau diizinkan, baru bisa pergi dan mengambil gambar. Untuk masuk ke dalam lokasi pemakaman yang berukuran 5 x 15 meter dengan dikelilingi pagar beton itu, Yohan terlebih dahulu meminta izin di depan pintu masuk situs dengan berbicara menggunakan bahasa suku Bantik kepada para leluhur untuk meminta izin.
"Batu Niopo merupakan tempat keramat bagi Suku Bantik karena di situ diyakini ada leluhur Jopo Lramo, Sang Pencipta, sama seperti Tuhan, penguasa jagad raya," kata Yohan kepada MNC Portal Indonesia, Jumat (21/5/2021).
Di dalam situs terdapat pohon besar yang diyakini sebagai tempat turunnya Jopo sehingga leluhur-leluhur suku Bantik berdoa memohon kepada Jopo. Kalau kita yakin Jopo itu ada, berarti ada. Tapi kalau tidak yakin, berarti tidak.
"Batu Niopo ini oleh suku Bantik dipercaya sebagai tempat turun dan naiknya Sang Pencipta bila ingin keliling jagad raya, naiknya dari sini, juga kalau mau turun, kembali ke sini," ujar Yohan yang merupakan keponakan dari Pahlawan Nasional Robert Wolter Mongisidi itu.
Batu Niopo ini kata Yohan sudah ada jauh sebelum Kota Manado ada, batu itu sudah berada di lokasi tersebut. Suku Bantik telah ada sejak dahulu kala. Sejak awal para leluhur-leluhur suku Bantik menjadikan tempat ini untuk upacara spiritual dengan maksud dan tujuan bermohon kepada Yang Maha Kuasa, meminta petunjuk.
Di bagian tengah merupakan makam sang penguasa jagad raya. Sementara di sekelilingnya adalah para pengawal. Pada bagian depannya ada patung Robert Wolter Mongisidi berwarna kuning yang menghadap ke arah lapangan bantik, tempat Wolter dilahirkan.
"Awalnya patung ini dibangun di samping museum Kodam XIII/Merdeka, namun pembangunan yang diprakarsai oleh Pangdam XIII/Merdeka Brigadir Jenderal TNI Willy Widjojo Soejono (23 Maret 1970) waktu itu tidak kunjung selesai karena campuran bahan untuk membuat patung tidak bisa menyatu. Campuran semen tidak bisa menyatu dengan rangka besi patung tersebut," tutur Yohan
Setelah dikonsultasikan dengan pihak keluarga, akhirnya patung tersebut dipindahkan ke tempatnya yang sekarang ini, sedangkan di samping museum dibangun patung baru yang lebih tinggi. Pembangunan kedua patung tersebut pun berjalan lancar.
Suku Bantik, tempat Wolter berasal merupakan salah satu suku yang mendiami wilayah Sulawesi Utara, tersebar disedikitnya enam kabupaten/kota. Ada 11 desa atau kelurahan yang didiami Suku Bantik.
Robert Wolter Mongisidi adalah seorang anak suku Bantik dan Yohan merupakan keponakan dari Pahlawan Nasional asli Sulawesi Utara itu. Yohan adalah anak dari pasangan Jan Albert Mongisidi, kakak dari Robert Wolter Mongisidi.
Suku Bantik merupakan salah satu suku yang mendiami wilayah Sulawesi Utara, tersebar di sedikitnya enam kabupaten/kota. Ada 11 desa atau kelurahan yang didiami Suku Bantik. Sekarang mereka sudah menganut berbagai agama. Tapi kepercayaan leluhur ini masih tetap dijaga. Dan Batu Niopo ini menjadi pusat ritual suku Bantik.
Editor: Vien Dimyati